29/04/14

Presiden dan Kepresidenan

Ignas Kleden

The institution of the presidency is more important than the person who holds it—lembaga kepresidenan lebih penting daripada orang yang menjabatnya.” Kalimat itu ditulis Presiden George W Bush dalam otobiografinya berjudul Decision Points (2010) yang menjadi bestseller.

Dia selalu menyebut dirinya Presiden Bush 43 untuk membedakan diri dari ayahnya, Presiden Bush 41. Ayahnya, Presiden AS ke-41 dan dia sendiri Presiden AS ke-43. Pikiran itu rupanya muncul ketika dia baru saja diresmikan sebagai presiden pada 20 Januari 2001. Suatu pagi tatkala dia sedang membenahi kamar kerjanya di Gedung Putih dia mendapat kunjungan ayahnya. Sang ayah memberikan selamat kepadanya dengan ucapan ”Mr President” dan spontan dia menjawab dengan hormat ”Mr President”. Dalam pidato pengukuhan pertama pada Januari itu dia berkata, ”Kadangkala perbedaan-perbedaan di antara kita demikian dalamnya sehingga kita tampaknya menghuni bersama suatu benua, tetapi bukannya suatu negeri.”

26/04/14

Kepemimpinan Imajinatif

Asep Salahudin  

Kepemimpinan nasional itu bukan   sekadar kecakapan mengelola   birokrasi, memobilisasi massa, memimpin partai, populis, memiliki pengetahuan luas, trah dari seorang tokoh, apalagi  hanya sekadar kepandaian membangun citra dan keterampilan   mengoperasikan rasa takut bagi khalayak. Namun, seseorang yang memiliki imajinasi kuat, dapat membuka hijab masa depan, dan mengubah kemustahilan menjadi kemungkinan.

Ini juga yang menjadi sebab Albert Einstein bilang bahwa imajinasi itu jauh lebih penting ketimbang ilmu pengetahuan dan persyaratan formal. Seandainya manusia pergerakan tidak memiliki modal imajinasi menjulang, saya tidak membayangkan entah kapan negeri kepulauan ini bisa terbebas dari cengkeraman kaum kolonial, dari sengketa puak dan etnik yang mengepung Nusantara dengan agenda yang bisa jadi berbeda. Seperti acap kali terjadi dari sekian perang antarsuku pada masa kerajaan tempo dulu.

Koalisi Rakyat Vs Koalisi Partai

Budiarto Shambazy  

Kompetisi menuju Pemilu Presiden 2014 makin menarik dengan munculnya debat tentang koalisi rakyat versus koalisi partai. Tekad kita hendaknya Aburizal Bakrie, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto mau memperjuangkan terwujudnya koalisi rakyat ini.

Tidak ada yang keliru dengan koalisi partai. Namun, untuk tahun ini, berdasarkan pengalaman 2009-2014, koalisi partai mengalah dululah.

23/04/14

Pemilih Melodramatis

Garin Nugroho

Dalam studi kepemimpinan populer, Cokroaminoto yang dikenal sebagai guru Soekarno dalam fashion, orasi, menulis, serta strategi organisasi dan politik mampu menjadikan Serikat Islam sebagai salah satu organisasi terbesar Asia pada era awal abad ke-19. Kemampuan mengelola massa tersebut dalam pengamatan Pemerintah Hindia Belanda tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa Cokro adalah Satrio Paningit alias Ratu Adil, sebuah isu yang memang dengan sengaja dijadikan narasi besar oleh para juru komunikasi Serikat Islam.

Catatan sejarah awal Indonesia ini menunjukkan perilaku warga dalam memilih pemimpin tidak bisa dilepaskan dengan narasi sang tokoh yang mampu disebar ke masyarakat menjadi mitos-mitos juru selamat penuh imaji dramatis dengan karakter sebagai berikut:

Melindungi Mimpi ASEAN

Rene L Pattiradjawane

MENULIS mengenai masalah-masalah hubungan internasional dan diplomasi pada tahun 2014 ke depan akan menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, persoalan nasionalisme, regionalisme, dan multilateralisme sekarang berhadapan dengan jalur patahan (fault lines) tatanan hubungan internasional dan diplomasi selama lima tahun terakhir di semua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di sisi lain, dampak berbeda dan implikasi krisis ekonomi yang mulai melanda kawasan Asia akibat luberan krisis keuangan di AS dan krisis zona euro, ketika situasi regional di banyak negara Asia secara utuh menggambarkan logika Doktrin Natalegawa yang dicetuskan Menlu Marty Natalegawa tentang dynamic equilibrium (kesetimbangan dinamis).

Tiongkok, Kekuatan Teguh Pertahankan Perdamaian dan Kestabilan

Liu Hongyang

PADA 6 April lalu, Kompas memuat artikel berjudul ”Jalan ASEAN: Arbitrase dan Tata Kedaulatan” yang mendukung langkah Filipina mengajukan gugatan mengenai sengketa Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dan Filipina ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Artikel itu juga mengkritik kebijakan regional Tiongkok.

Terkait hal tersebut, saya ingin menanggapinya agar para pembaca mengetahui fakta dan masalah-masalah yang terjadi.

Bagi negara mana pun, teritori dan perbatasan merupakan warisan sejarah. Dari segi sejarah dan yuridis, Tiongkok-lah yang pertama kali menemukan, menamakan, mengembangkan, dan mengelola Kepulauan Nansha (juga disebut Kepulauan Spratly).

Apresiasi Menjelang Transisi Kekuasaan

Antonius Purwanto

SETENGAH tahun menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah relatif membaik. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan pemerintah menjaga kondisi politik dan ekonomi sehingga pemilu legislatif berjalan aman dan lancar.

Memasuki empat setengah tahun periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 April 2014, dua persoalan besar yang mengindikasikan kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas negara. Pertama, menyangkut persiapan dan pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014. Kedua, kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi di tengah proses transisi kekuasaan politik tersebut.

Perempuan dan Langkah Afirmatif

Lies Marcoes

SECARA  normatif, tindakan khusus sementara (affirmative action) untuk menaikkan jumlah keterwakilan perempuan di ruang publik adalah niscaya.

Niscaya karena hanya dengan cara itu kepentingan perempuan yang dirundingkan dan diambil melalui keputusan-keputusan demokratis bisa disuarakan. Niscaya karena jika hanya ”dititipkan” kepada pihak lain (lelaki) kepentingan itu bisa bias (membelok) atau bahkan menguap. Langkah afirmatif dengan mengambil gagasan UNDP yang mensyaratkan 30 persen keterwakilan perempuan merupakan aksi paling moderat dari mandat konvensi CEDAW. Ini konvensi yang memastikan tak ada diskriminasi terhadap perempuan berbasis prasangka jender. Sejumlah besar negara yang ikut menandatangani konvensi ini memang menggunakan mekanisme kuota 30 persen untuk memastikan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga negara di mana sebuah keputusan digodok, dilahirkan, dan harus dilaksanakan.

Dewi Sartika dan Kartini Berduka

Dedi Haryadi

ADA dua isu penting yang harus dibicarakan kalau kita  membahas korupsi dan jender. Pertama, apakah perempuan kurang koruptif ketimbang laki-laki dalam birokrasi, institusi politik atau bisnis. Tiga institusi penting di mana korupsi biasanya bersimpul. Kedua, bagaimana dampak korupsi pada perempuan, anak-anak, dan kelompok marjinal.

Informasi tentang kecenderungan perempuan dan laki-laki melakukan tindakan korupsi ini penting untuk membangun strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Kalau benar perempuan kecenderungan perilakunya kurang koruptif, maka bisa didorong perempuan  mengisi posisi penting dalam institusi birokrasi, bisnis, dan politik.

Subsidi BBM Ancaman Utama bagi Perekonomian

Faisal Basri

BAHAN bakar minyak tidak lagi sebatas membelenggu, merusak postur, dan menambah ketidakpastian APBN, melainkan telah pula merongrong akun lancar (current account), membuat semu tingkat laju inflasi, memicu perkembangan sektor-sektor dalam perekonomian, menghambat diversifikasi energi yang ramah lingkungan, memicu penyelundupan BBM, melahirkan kebijakan-kebijakan yang semakin tak rasional, dan yang lebih mendasar lagi mengiris-iris rasa keadilan. Pendek kata, subsidi BBM sudah menjelma jadi tumor ganas bagi perekonomian.

Sudah puluhan tahun perencanaan APBN porak poranda akibat fluktuasi harga minyak dunia dan prakiraan konsumsi BBM bersubsidi yang hampir selalu meleset sehingga besaran subsidi BBM kerap mengalami perubahan cukup besar. Kemelesetan semakin besar akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Koalisi dan Zaken Kabinet

Kiki Syahnakri

MENYUSUL beredarnya hasil Pemilu Legislatif 9 April 2014 versi quick count, kini media diramaikan oleh wacana publik tentang pembentukan koalisi.
Potret perolehan suara serta manuver elite politik mengindikasikan bakal ada tiga atau empat kelompok koalisi. Langkah koalisi tak terhindarkan karena tak ada satu pun partai yang berhasil melewati presidential threshold 20 persen suara untuk mengusung calon presiden/wakil presiden secara mandiri.

Berbagai diskursus bermunculan membahas kemungkinan pola koalisi yang akan lahir. Misalnya, tentang corak koalisi yang mungkin dibangun berdasarkan kesamaan ideologis dan platform kepartaian, atau sekadar karena kebutuhan pragmatis, temporer.

Menyelamatkan Demokrasi

Yonky Karman

DEMOKRASI  bukan tujuan pada dirinya sendiri, hanya sebuah cara rakyat untuk hidup adil sejahtera dengan jalan bernegara. Karena itu, demokrasi tidak hanya oleh rakyat, tetapi juga untuk (kebaikan) rakyat.

Ukuran sukses demokrasi bukan massa demokrasi berada di bilik suara selama dua menit, melainkan kualitas elite demokrasi yang berperan sebagai wakil rakyat. Elite memiliki kewajiban moral mengartikulasikan nilai-nilai demokrasi dengan cerdas dan beradab. Dalam trias politika, tiada demokrasi tanpa legislatif.

Menunggu Kesatria Konstitusi

Indra Tranggono

Rendra pernah bilang, rakyat tidak membutuhkan ratu adil, tetapi hukum yang adil. Pernyataan ini menghardik cara berpikir mesianistik yang lebih dekat dengan mitologi dan ”klenik”, dua fakta mental yang tetap hidup dalam kebudayaan bangsa kita.

Penyair dan dramawan itu lebih melihat nasib rakyat sebagai problem struktural dan sistemik dibanding problem budaya spiritual. Menjadikan hukum sebagai panglima menjadi cara strategis untuk mengatasi persoalan dibanding berharap kepada figur sentral. Hukum sebagai panglima meniscayakan keadaban yang memungkinkan terwujudnya keadilan dan rasa keadilan publik.

Umbi yang Tersisih

F Rahardi

KETAHANAN pangan di Indonesia sungguh rawan. Arealnya terus berkurang dan sering terancam bencana alam. Salah satu faktor pemicu kelemahan ini adalah pengelolaan makanan pokok yang lebih terfokus pada beras. Jagung yang potensial saja lebih banyak digunakan untuk pakan ternak, apalagi umbi-umbian, seperti ubi jalar, keladi, talas, suweg, dan uwi-uwian (genus Dioscorea).

Tahun 1970, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) masih mencatat Indonesia menghasilkan umbi-umbian 1,2 juta ton. Tahun 1980, produksi umbi-umbian Indonesia turun tinggal 0,35 juta ton, dan setelah itu menghilang dari data FAO. Produksi ubi jalar nasional kita turun dari 2,1 juta ton (1970) jadi 2 juta ton (1980). Lalu turun lagi jadi 1,9 juta ton (1990); dan 1,8 juta ton (2000). Pada 2010 naik lagi menjadi 2 juta ton.

Jurus Tandur

Sukardi Rinakit

Hormat saya kepada Surya Paloh yang cita-citanya lebih besar dari dirinya sendiri. Dengan tidak menegosiasikan dirinya sebagai calon wakil presiden Joko Widodo, calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ia telah membunuh libido pkekuasaannya. Sekecil apa pun keputusan tersebut, itu merupakan bagian dari kebajikan (virtue) politik.

Hal tersebut konkuren dengan langkah Jokowi yang tampak sedang berusaha membangkitkan alam bawah sadar bangsa. Dalam geraknya mendekati partai lain setelah hasil hitung cepat pemilu legislatif diumumkan, bukan istilah koalisi yang dia pergunakan, melainkan kerja sama.

Tiga Juta Lapangan Kerja Berkualitas

P Agung Pambudhi

SEDERET data ditampilkan Ahmad Erani Yustika untuk menunjukkan elastisitas penciptaan lapangan kerja yang memburuk di mana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi menciptakan jumlah lapangan kerja yang semakin kecil dari tahun ke tahun. Diungkapkan, pertumbuhan ekonomi tinggi tak serta-merta menciptakan lapangan kerja besar, bahkan yang terjadi pertumbuhan ekonomi tinggi telah menciptakan perangkap pertumbuhan berupa disparitas pendapatan antar-golongan yang secara sempurna terjadi di Indonesia.

Artikel Erani ini menanggapi pendapat Gustav Papanek, Presiden Boston Institute for Developing Economies. Sayangnya, komentar Papanek tentang pentingnya menaruh perhatian pada industri padat karya tidak dibahas Erani.

Pertumbuhan Dua Digit

Slamet Sutomo

BEBERAPA waktu yang lalu, Presiden Boston Institute for Developing Economies Profesor Gustav F Papanek menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpeluang tumbuh lebih baik, yaitu sekitar 10 persen, pada tahun-tahun mendatang dengan menekankan pada basis industri pengolahan padat karya.

Pernyataan tersebut perlu diantisipasi dengan sebaik-baiknya karena hal itu menyangkut negara yang kita cintai, Indonesia. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada para calon anggota legislatif dan eksekutif yang nanti terpilih.

Nasionalisme Tuan Presiden

Donny Gahral Adian

PEMILIHAN presiden tinggal sebentar lagi. Setiap kandidat pun sudah mengobral janji politiknya kepada publik. Satu yang mengikat semua kandidat adalah ideologi tua bernama nasionalisme. Semua, misalnya, berjanji akan mengedepankan kepentingan nasional jika terpilih nanti.

Tidak ada lagi impor beras, garam, dan bawang merah. Sumber-sumber ekonomi akan dikelola putra-putri terbaik bangsa sendiri. Nasionalisme sudah menjadi jargon pokok di setiap kampanye.

Padahal, kita semua tahu banyak yang lain di mulut lain pula di hati. Nasionalisme hanya berdetak saat kampanye. Nasionalisme ibarat puisi yang enak didengar. Persoalannya, saat terpilih, pemimpin akan memerintah tidak dengan puisi, tetapi prosa. Dan prosa itu bernama ketergantungan di segala bidang.

Jangan Amputasi KPK

Adnan Pandu Praja

TELAH banyak upaya melemahkan KPK sejak didirikan: kriminalisasi, mempersulit kebutuhan anggaran pembangunan gedung, dan lain-lain.

Upaya pelemahan paling sistemik tecermin dalam revisi KUHP dan KUHAP, antara lain karena para perancang kedua revisi itu telah mengabaikan hal mendasar berikut.

Undang-Undang KPK (Nomor 30 Tahun 2002) mengamanatkan agar KPK jadi mekanisme pemicu, model proses penegakan hukum bagi Kepolisian dan Kejaksaan di bidang pemberantasan korupsi. Dalam 10 tahun usianya, KPK sudah memenjarakan 396 koruptor sampai tingkat MA, 100 persen conviction rate. Kisah sukses ini semestinya rujukan dalam merancang kedua revisi.

17/04/14

Membuka Selubung Ilusi

Trisno S Sutanto

SETIAP kali masa Paskah tiba, saya selalu teringat pada kisah perjalanan dua murid ke Emaus yang dituturkan dengan indah oleh Injil Lukas. Dalam narasi pendek dan memikat khas Lukas itu–karena tidak ditemukan di bagian Injil lain, entah itu Markus, Matius, ataupun Yohanes–seluruh misteri Paskah menemukan bentuknya yang utuh.

Tak perlu mencari tahu, atau berdebat sengit, apakah perjalanan ke Emaus itu sungguh- sungguh sebuah laporan. Injil tidak (hanya) ditulis sebagai laporan jurnalistik mengenai apa yang sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan Yesus. Apalagi sebagai ”biografi” Yesus.

Jabatan Negara dan Jabatan Politik

Miftah Thoha

TIGA jabatan ini (jabatan karier birokrasi, jabatan negara, jabatan politik) di dalam sistem administrasi negara kita sejak era reformasi tidak pernah diklarifikasikan secara tuntas. Oleh karena itu, tata hubungan di antara ketiganya tidak jelas. Pemimpin partai politik yang dipilih rakyat atau ditunjuk oleh yang terpilih menjadi pejabat negara tak jelas seberapa jauh hubungannya dengan partai politiknya. Apalagi terkait seberapa jauh pula hubungannya dengan penggunaan fasilitas negara, termasuk anggaran dan pegawainya yang menyertai jabatan itu.

Dibiarkan mengambang

Formulasi tata hubungan ini sampai saat ini dibiarkan mengambang tanpa kejelasan. Bahkan, dicari alasan pembenarannya jika pejabat negara itu menggunakan fasilitas negara. Lebih-lebih jika jabatan negara itu dijabat oleh presiden (kepala negara/kepala pemerintahan) yang merangkap pimpinan partai politik yang sedang kampanye untuk partai yang dia pimpin.

Sistem Presidensial

Bambang Kesowo

TULISAN ini tidak dipikirkan dalam konteks pembagian kekuasaan negara dan kedudukan lembaga kepresidenan di dalamnya. Bukan pula dalam kaitannya dengan soal kemampuan membaca real politics, apalagi dengan soal membangun koalisi antarpartai politik yang diperkirakan akan dapat menjadi penopang.

Pengalaman terakhir menunjukkan, reka-pikir sekitar yang terakhir tadi ternyata bukan saja meleset, melainkan malah bagai menggali lubang bagi diri sendiri. Tulisan ini hanya dititikberatkan pada bagaimana sebaiknya membangun hubungan kerja presiden dan wakil presiden dalam memimpin pemerintah dan pemerintahan negara di masa depan yang lebih efektif. Bagaimana membuat kabinet yang dipimpinnya dapat bekerja lebih efektif.

16/04/14

MH370 dan Daulat Negara

Chappy Hakim

PESAWAT Boeing 777-200 Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 rute KL-Beijing, yang berangkat 8 Maret 2014 tengah malam waktu setempat dan menghilang, hingga kini masih belum juga diketahui nasibnya.

Tim SAR belasan negara telah dikerahkan ke bagian selatan Samudra Hindia untuk menemukan kotak hitam pesawat naas tersebut. PM Malaysia Najib dalam penjelasan resminya mengatakan, antara lain, ”We have been working nonstop for the investigation. We have put our national security second to search for the missing plane.

Linearitas di Hari Seni Sedunia

M Dwi Marianto

”UNTUK membentuk pikiran nan utuh: pelajarilah inti-ilmunya seni, dan seninya ilmu pengetahuan. Belajarlah bagaimana melihat, sebab semua ilmu pengetahuan itu memiliki asal-muasal di persepsi kita.”   Kutipan tersebut pemikiran dari seorang tokoh legendaris Renaisans, Leonardo da Vinci (1452-1519).

Da Vinci memandang dan memperlakukan alam sebagai model dan sekaligus pembimbingnya. Tanggal 15 April adalah tanggal kelahiran si manusia genius kelahiran Italia itu, yang kini dipakai sebagai Hari Seni Sedunia, khususnya seni murni. Perayaan ini mengobservasi aktivitas kreatif seni murni di seluruh dunia; secara simbolis mempromosikan perdamaian, kebebasan berekspresi, toleransi, persaudaraan, keberagaman, dan kesadaran akan pentingnya seni bagi bidang lain. Artikel ini menyoroti keresahan dan kebingungan banyak akademisi di dunia pendidikan tinggi seni, bahkan di bidang nonseni, atas pemberlakuan paradigma dan sistem linearitas dalam memprogram dan mengevaluasi berbagai aspek pendidikan akademik. Kriteria dan kajian akademiknya pun tidak jelas (Jurnal Urip Santoso).

Ancaman Perlambatan Pertumbuhan Tiongkok

Rene L Pattiradjawane

APA yang terjadi seandainya laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok turun terlalu cepat? Tak ada yang tahu jawabannya dan tak ada yang bisa memberikan gambaran bahwa perekonomian Tiongkok tak akan turun. Yang kita tahu, dampak penurunan laju pertumbuhan Tiongkok akan krusial, tidak hanya bagi Tiongkok, tetapi juga bagi perekonomian dunia.

Awal April, Perdana Menteri Li Keqiang berjanji mempercepat konstruksi jaringan kereta api dan perumahan bagi orang- orang tidak mampu, sebagai upaya menahan kemerosotan pertumbuhan dan jaminan bagi investor domestik dan internasional bahwa Beijing tak akan membiarkan ekonominya bergerak terlalu lambat.

Guru Inti, Nasibmu Kini

Mukani

PELAKSANAAN sosialisasi kurikulum 2013 memasuki babak baru. Mulai 1 Februari 2014, sejumlah 1.500 guru inti akan menyandang status grounded. Guru inti tidak dilibatkan lagi dalam semua kegiatan sosialisasi kurikulum 2013.

Sistem yang akan digunakan dalam kegiatan sosialisasi kurikulum 2013 adalah langsung dari instruktur nasional kepada guru sasaran.

Sebanyak 33.000 lebih guru sasaran akan dilatih agar mampu menjadi instruktur nasional. Dengan jumlah itu, pelatihan 1,4 juta guru sasaran diharapkan tercapai.

Bukan Sekadar Politik Periodik

Fajar Kurnianto

MUSIM kampanye yang sudah berlalu diisi promosi partai-partai politik di pelbagai media, baik cetak maupun online, dengan begitu masif. Tujuannya adalah apalagi kalau bukan menggaet masyarakat untuk memilih mereka di hari pencoblosan. Namun, setelah kampanye, apalagi setelah pencoblosan pada pemilu legislatif, pekan lalu, partai-partai politik biasanya sudah sibuk dengan soal kekuasaan, masyarakat pemilih terabaikan, dan politik kembali menjadi milik kaum elite politik.

Melihat kilas balik masa kampanye yang baru saja berlalu, sebetulnya ada dua jenis kampanye: kampanye politik dan kampanye pemilu. Kampanye jenis pertama adalah suatu proses jangka panjang yang menuntut konsistensi dan kontinuitas dari partai politik (Bluementhal, 1982).

Memenangkan Indonesia

Anies Baswedan

INDONESIA harus diurus oleh orang baik: bersih dan kompeten. Republik ini didirikan oleh para pemberani: kaum terdidik yang sudah selesai dengan dirinya. Efeknya dahsyat. Bung Karno dan generasinya membuat sebangsa bergerak. Semua merasa ikut punya Indonesia. Semua beriuran tanpa syarat demi tegaknya bangsa merdeka dan berdaulat. Ada yang beriuran tenaga, pikiran, uang, barang, dan termasuk nyawa. Namun, merdeka itu bukan cuma soal menggulung kolonialisme. Merdeka adalah juga soal menggelar kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Kini kepada siapa republik ini akan dititipkan untuk diurus? Semua yang terpilih dalam pemilu tahun ini akan mengatasnamakan kita semua selama lima tahun ke depan. Semua perkataan dan perbuatan yang dilakukan atas nama kita semua. Semua UU dan peraturan daerah yang dibuat akan mengikat kita semua.


Berharap pada Parpol

Mahi M Hikmat

Pesta demokrasi yang baru saja berlalu, hanya memilih satu dari 12 partai politik yang berlaga. Sedikit ringanlah kerja Komisi Pemilihan Umum. Rakyat pun tidak lagi berhadapan dengan problem pilihan ”super alternatif” seperti pada Pemilu 2009. Rakyat Indonesia memang sudah makan asam-garam sistem multipartai, sudah merasakan pahit getirnya gonta-ganti sistem kepartaian.

Sejak pemilu pertama (1955), sistem kepartaian di Indonesia memang mengalami pasang surut. Pada masa Orde Baru ”stabil” dengan kebijakan pembatasan hanya tiga parpol, yakni PDI, PPP, dan Golongan Karya. Pada masa itu sebenarnya terjadi distorsi demokrasi. Hasil Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997, yang melibatkan hanya tiga peserta, justru melahirkan sistem yang otoriter.

15/04/14

Memperkuat Masyarakat ASEAN

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

PUKULAN terberat yang dialami beberapa negara ASEAN adalah saat krisis ekonomi 1998. Indonesia dan Thailand terkena dampak cukup parah.

Sesuatu yang menarik di balik krisis ini adalah mempertanyakan keberadaan dan peran ASEAN pada saat itu. Pertanyaan ini makin aktual saat 2015 negara-negara Asia Tenggara itu memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN.

TPP dan RCEP

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

FRUSTASI karena perundingan Putaran Doha WTO seperti tidak berujung berakibat pada banyak negara membuat perjanjian perdagangan bilateral atau regional. Begitu pula ASEAN.

ASEAN memulai perundingan perdagangan bebas antarnegara anggotanya sejak 1993. Mereka bersepakat menurunkan proteksi dagang dengan membuat Common Effective Preferential Tariff, yang menurunkan sejumlah bea masuk hingga 0-5 persen.

Peran Indonesia dalam ASEAN

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

ASEAN sudah berdiri sejak 8 Agustus 1967 dan Indonesia salah satu pendirinya. Sebagai negara anggota yang paling besar secara ekonomi, populasi, dan luas geografisnya, muncul pertanyaan bagaimana peran Indonesia di ASEAN dan apa tujuan politik luar negeri Indonesia secara umum.

Bagi masyarakat di luar ASEAN, boleh jadi perkumpulan 10 negara Asia Tenggara ini terlihat solid. Hal ini terlihat dari berbagai kesepakatan yang dibuat, antara lain pembukaan pasar barang, jasa, dan tenaga kerja di dalam ASEAN melalui kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai akhir 2015.

Ketimpangan dan Kelas Menengah

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

SINGAPURA, Malaysia, dan Thailand adalah anggota ASEAN yang bersama Brunei menempati posisi teratas negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di Asia Tenggara. Bagi Singapura dan Malaysia, hal itu tak lepas dari keberhasilan mengembangkan model pemerintahan otoritarian untuk mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan penduduk.

Adapun Thailand sejak akhir 1990-an dianggap sebagai yang terdepan di ASEAN dalam demokratisasi berbasis pemilu, badan pemantau pemilu independen, serta penegakan hukum dan hak asasi manusia di kawasan.

Jalan Panjang Reformasi Myanmar

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

HAMPIR  lima dekade Myanmar berada di bawah rezim militer yang menutup diri terhadap dunia internasional. Angin perubahan akhirnya bertiup setelah pada pemilu 2010. Thein Sein, mantan perdana menteri rezim dan jenderal beraliran moderat, terpilih sebagai presiden yang memimpin pemerintahan sipil dukungan militer.

Sejumlah langkah reformasi dilakukan, antara lain pembebasan tahanan politik, melonggarkan pembatasan media, izin bagi buruh untuk berserikat, dan keleluasaan bagi tokoh oposisi Aung San Suu Kyi untuk terjun ke dunia politik. Upaya ini cukup meyakinkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk tak lagi menunda giliran Myanmar menjadi ketua ASEAN pada 2014.

Menyongsong Angin Perubahan ASEAN

LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN

Tim Kompas

Pengantar Redaksi
Harian ”Kompas" kembali mengadakan diskusi bersama Asia Research Centre (ARC), Murdoch University. Diskusi pada 20 Maret di Perth, Australia, bertema ”Indonesia dalam Perubahan Politik dan Ekonomi di ASEAN”. Para pembicara adalah Direktur ARC Dr Kevin Hewison serta para peneliti di ARC, yaitu Prof Richard Robison, Prof Garry Rodan, Prof Vedi Hadiz, Dr Jeffrey D Wilson, dan Dr Kelly Gerard. Dr Joko Kusnanto Anggoro dari Universitas Pertahanan Indonesia menjadi pembahas dan Dr Ian Wilson dari ARC sebagai moderator. Laporan diskusi disampaikan berikut ini serta di halaman 6 dan 7 oleh Ninuk M Pambudy, Johanes Waskita Utama, dan Andreas Maryoto.
--------------

NEGARA-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN mengalami perubahan penting dalam bidang ekonomi dan politik selama dekade terakhir.

Perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai akhir 2015. Dalam lingkup lebih luas, Asia-Pasifik yang kini menjadi motor ekonomi dunia tengah menyongsong dua pakta perdagangan bebas, yaitu Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP) yang berpusat pada ASEAN dengan kesertaan negara-negara lain dan Kemitraan Trans Pasifik (TPP) yang dimotori Amerika Serikat.

Negara Kesejahteraan dengan “Soft Power”

Yudi Latif

DENGAN  perolehan suara sekitar 7 persen, menurut versi hitung cepat, Partai Nasional Demokrat meraih hasil fenomenal sebagai partai pendatang baru. Yang lebih menarik, di sela-sela kerumunan partai spanduk yang tidak menawarkan visi perubahan, partai ini tampil dengan politik gagasan seakan menggemakan kembali apa yang pernah diingatkan Bung Karno: ”Sebuah partai harus dipimpin oleh ide, menghikmati ide, memikul ide, dan membumikan ide”.

Politik gagasan yang dilambaikan di setiap kibaran bendera partai ini secara ikonik dirumuskan dengan slogan ”gerakan restorasi”. Visi restorasi ini berisi konsepsi tentang usaha memulihkan kembali kondisi bangsa agar bisa merasa lebih sehat, lebih kuat, dan lebih bersemangat setelah mengalami kelemahan, kemurungan, dan keputusasaan dengan cara menjangkarkan kembali pilihan kebijakan dan pembangunan pada nilai-nilai luhur bangsa.

14/04/14

Ranjau Disintegrasi Ukraina

Darmansyah Djumala

SEGERA setelah  secara resmi dan sepihak mengintegrasikan Crimea ke wilayah kedaulatannya melalui referendum, Rusia mengambil langkah cepat: menggelar kekuatan militer di tapal batas timur Ukraina.

Manuver militer Rusia ini membuat banyak pihak khawatir. Pihak Barat, terutama AS dan Uni Eropa, menuduh Rusia berniat menggeser garis batas teritori, merangsek ke wilayah Ukraina dengan kekuatan militer. Masyarakat internasional menyerukan agar krisis Ukraina diselesaikan melalui dialog. Imbauan pun bersambut.  Presiden AS Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat menugaskan menlu masing-masing untuk mencari solusi politik dan diplomasi bagi krisis Ukraina.

Mengapa Satinah Tetap Pergi?

Sulistyowati Irianto

SATINAH adalah potret dari jutaan perempuan Indonesia (TKW) yang rela meninggalkan kampung halaman untuk mengisi pekerjaan domestik yang dipandang rendah dan kotor.

Namun, sebenarnya mereka sedang menjadi penyumbang bagi kemajuan bangsa lain, menumbuhkan ekonomi global, karena menggantikan peran domestik para majikan perempuannya di negara tujuan. Berkat keberadaan mereka, perempuan kaya bangsa lain bisa bekerja ke luar rumah, berkarier, dan berproduksi. Ini berarti TKW kita menyumbang tidak hanya kepada pekerjaan reproduksi, tetapi juga produksi di negara tujuan.

Membangun Kelembagaan Ekonomi

A Prasetyantoko

RUPANYA  hasil hitung cepat Pemilihan Umum Legislatif 9 April lalu mengecewakan investor. Indeks Harga Saham Gabungan langsung terkoreksi 3,16 persen menuju level 4.765. Padahal, sehari sebelum pemilu legislatif, IHSG sempat naik pada level 4.921. Situasinya persis sebaliknya saat Joko Widodo diumumkan sebagai calon presiden: lonjakan IHSG sebesar 3,2 persen. Waktu itu, perekonomian kita bagaikan pesawat yang terdorong angin dari belakang (tail winds) dan kini melawan angin dari depan (headwinds). Mungkin, ”nilai wajar” perekonomian kita pada level sekarang ini kemarin lebih didorong faktor sentimen ketimbang fundamental.

Sebenarnya fundamental ekonomi kita sudah relatif membaik yang ditandai dengan berkurangnya defisit neraca transaksi berjalan triwulan IV-2013. Merespons pengumuman itu, sejak pertengahan Februari 2014, arus modal asing masuk lebih konsisten sehingga IHSG naik, nilai tukar menguat, dan imbal hasil obligasi turun. Membaiknya fundamental ekonomi diikuti oleh menguatnya sentimen pencalonan presiden. Sayangnya, fundamental politik masih berliku, ditandai dengan hasil quick count yang menunjukkan tak ada satu partai politik pun yang memiliki suara lebih dari 20 persen. Benarkah tak ada harapan dalam transisi politik ini?

Menimbang Partai Islam

Salahuddin Wahid

SEPERTI dugaan banyak orang, partai (berbasis massa) Islam tidak ada yang menjadi pemuncak hasil Pemilu 2014, tetapi hasil perolehan suara mereka mengejutkan. Bertentangan dengan hasil survei yang menyatakan rendahnya perolehan suara mereka, yang terjadi justru pelonjakan suara tajam pada PKB. PPP dan PAN naik sedikit, PKS walau diterpa badai hanya turun sedikit. Hanya PBB yang suaranya di bawah ambang batas: 3,5%.

Pada Pemilu 1955, dua partai Islam menjadi pemenang kedua dan ketiga. Jumlah perolehan suara partai Islam sedikit di atas 43% dari jumlah pemilih. Angka ini menurun pada pemilu-pemilu era Orde Baru. Pada Pemilu 1999, angka itu menjadi 37,4%, Pemilu 2004 menjadi 38,4%, dan Pemilu 2009 angka ini menjadi 29,3%. Kini, meningkat menjadi sekitar 32% berdasarkan hasil hitung cepat.

Tantangan Presidensialisme Multipartai

W Riawan Tjandra

HASIL hitung cepat pemilu yang ditampilkan oleh beberapa lembaga survei menempatkan PDI-P, yang mengusung Joko Widodo sebagai bakal capres mereka, sebagai peraih suara terbanyak. Namun, angka kemenangan yang diraih dalam versi hitung cepat tersebut masih terlihat belum mampu memenuhi kriteria ambang batas perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional, sebagaimana digariskan Pasal 9 UU No 42/2008 tentang Pilpres untuk dapat mengusung sendiri secara otonom pasangan capres-cawapres. Di sinilah sesungguhnya dilema presidensialisme multipartai yang dicanangkan oleh UU Pilpres, yang sebenarnya secara materiil telah dibatalkan oleh Putusan MK No 14/PUU-XII/2013, meski secara formil putusan MK tersebut dinyatakan baru akan berlaku pada 2019.

Menurut MK, dalam satu butir pertimbangan putusan tersebut, penyelenggaraan pilpres harus menghindari terjadinya negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) politik yang bersifat taktis demi kepentingan sesaat. Hal itu dinilai tidak mampu menjadi sarana transformasi perubahan sosial. Selain itu, berkaca pada Pemilu 2004 dan 2009, pilpres yang dilaksanakan setelah pemilu legislatif tidak mampu memberikan penguatan atas sistem presidensialisme yang diamanatkan konstitusi.

13/04/14

Asianisasi Menuju Tata Dunia Baru

Rene L Pattiradjawane

Belum pernah sejarah hubungan internasional di kawasan Asia menjadi sangat tegang, bergema riuh rendah dalam ”perang diplomasi” sejak dimulainya Perang Dingin seperti pada dekade 1950-an. Menghadapi ”Abad Asia”, semua negara-bangsa berebut pengaruh, menekan ancaman yang dihadapi negara-negara Asia ke titik konflik terbuka melalui wilayah-wilayah klaim tumpang tindih kedaulatan.

Sejumlah negara mulai memaksakan perubahan situasi geopolitik, menghadapi ”kebangkitan Tiongkok” sebagai ancaman yang berpotensi mengganggu kesinambungan stabilitas dan perdamaian kawasan. Perubahan geopolitik kawasan Asia, termasuk Asia Tenggara, menjadi berubah ketika banyak negara, terutama Amerika Serikat menjelang kunjungan Presiden Barack Obama, melihat perilaku Beijing sebagai berpengaruh terhadap ”destabilisasi” kawasan.

Para Caleg Kita


Bre Redana

Ketika pulang kampung di Jawa Tengah beberapa bulan sebelum pemilu lalu, salah satu anak perempuan famili mendekati saya. Tak jelas bagaimana kaitan keluarga kami, tapi di kampung kami semua merasa bersaudara. Mungkin tahu beberapa saudara istri saya tinggal di Hongkong, dia meminta saya membantunya mencarikan pekerjaan di Hongkong. Istilahnya sebagai TKI alias tenaga kerja Indonesia.

”Tapi kepastiannya setelah pemilu April nanti,” ucapnya.

”Kenapa?” tanya saya.

”Saya akan nyaleg dulu. Kalau terpilih, ya, tak jadi cari kerja di Hongkong.”

12/04/14

Solusi Menyeluruh

Iwan Pranoto

SAAT ini pesawat antarplanet Mangalyaan sedang dalam penerbangan ke Mars. Jika sesuai rencana, pada 24 September 2014 pesawat ini akan sampai di sana.

Ekspedisi ini membuat satu torehan penting dalam sejarah sains dan rekayasa Asia. India akan jadi negara Asia pertama yang mencapai Mars dan jadi negara ke-4 di dunia yang melakukannya. Para peneliti dari Indian Space Research Organisation ini ingin tahu apa yang salah pada planet Mars sehingga tak mampu mendukung kehidupan.

Susun Strategi untuk Pemilihan Presiden

James Luhulima

PEMILIHAN umum legislatif telah berlangsung secara serentak, Rabu (9/4) lalu. Komisi Pemilihan Umum akan menghitung perolehan suara setiap partai politik peserta pemilu, dan diharapkan hasilnya akan diumumkan pada 5 atau 6 Mei mendatang.

Namun, dari hasil hitung cepat Kompas, disebutkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di urutan teratas dengan raihan suara 19,24 persen, diikuti Golkar di urutan kedua dengan 15,01 persen, Gerindra di urutan ketiga (11,77 persen), Demokrat di urutan keempat (9,43 persen), dan PKB di urutan kelima (9,12 persen).

Prospek Poros Keempat

Eep Saefulloh Fatah

SUKSES itu banyak orangtuanya. Gagal itu yatim piatu. Biasanya, peribahasa inilah yang memandu penggabungan kekuatan antarpartai politik. Artinya, partai-partai akan cenderung terserap oleh daya magnet elektoral paling kuat dan menggabungkan diri dengan sang calon pemenang. Sebaliknya, sang underdog yang diperkirakan kalah akan cenderung kesepian. Pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2004, para politisi dan partai politik tampak kesulitan saling takar kekuatan. Potensi sukses dan gagal juga sulit didefinisikan. Kepercayaan terhadap kesaktian survei juga masih rendah.

Koalisi pengusungan pasangan presiden dan wakil presiden pun memencar. Terlebih-lebih pada saat itu berlaku ”aturan peralihan” yang hanya mencantumkan angka 3,5 persen kursi legislatif atau 5 persen suara nasional partai sebagai syarat kelayakan pencalonan. Maka, lima pasangan kandidat pun ikut berlaga.

11/04/14

Optimisme Mata Terbuka

Yudi Latif

Mestinya PDI-P menyambut hasil pemilihan umum legislatif yang baru berlalu dengan bergairah. Perolehan 19-20 persen, menurut versi hitung cepat, adalah suatu pencapaian yang berarti.

Publik sering lupa bahwa perolehan suara Partai Demokrat yang disebut fenomenal dan penuh ”prasangka” pada Pemilu 2009 angkanya cuma 20,85 persen. Artinya tak terpaut jauh dari perolehan PDI-P pada pemilu kali ini dengan tambahan bonus bebas prasangka ”kecurangan”.

Revisi atas Garis Kemiskinan

Carunia Mulya Firdausy

Wacana merevisi garis kemiskinan untuk menghitung jumlah penduduk miskin nasional sudah bikin para pakar bosan meneriakkannya. Syukurlah bahwa paling tidak  Bappenas sudah bertahap mendiskusikan hal tersebut sejak pertengahan tahun lalu. LIPI juga tidak mau kalah ketinggalan kereta dan telah memulai penelitian menyangkut isu ini sejak 2012 dalam program penelitian kompetitifnya.

Jika hasil diskusi Bappenas dan penelitian LIPI selesai, pemerintah baru mendatang dapat memanfaatkan hasil diskusi dan temuan penelitian itu untuk merevisi garis kemiskinan (GK) nasional. Mengapa GK yang ada selama ini harus direvisi?

Lapangan Kerja dan Pertumbuhan

Gustav F Papanek

Pendapat Ahmad Erani Yustika (Kompas, 21/3/2014) sebenarnya mendukung dan memperluas argumen kami pada tingkat yang mendasar: kunci untuk perbaikan kesejahteraan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah penciptaan lapangan kerja bermutu. Tetapi, estimasi kami, bersama beberapa peneliti Indonesia, mengenai jumlah pekerjaan yang dibutuhkan tidak setinggi perkiraan Profesor Yustika yang mengatakan bahwa ”Kita butuh sekurangnya 70 juta lapangan kerja yang bermutu (untuk memindahkan pekerja sektor informal, penganggur, dan kelompok miskin).”

Dengan angkatan kerja pada 2013 yang berjumlah 118 juta, penciptaan 70 juta lapangan kerja baru yang bermutu adalah target yang ambisius. Pada 2013 sudah ada 45 juta lapangan pekerjaan formal di bidang manufaktur, konstruksi, dan sebagainya (M Purnagunawan, 2013). Lapangan pekerjaan di bidang-bidang tersebut tentu saja dapat dianggap sebagai pekerjaan bermutu.

Mencari Calon Wakil Presiden

Jaya Suprana

Pernyataan Jokowi tentang dirinya siap dicalonkan menjadi presiden menimbulkan beraneka ragam reaksi.

Di satu sisi meresahkan mereka yang telah terlebih dahulu mencalonkan diri sebagai presiden, di sisi lain memberikan harapan akan datangnya Indonesia baru yang lebih baik.

Di tengah kelegaan seusai pemilu legislatif yang berlangsung aman dan meriah di banyak daerah, inilah saatnya menimbang siapa-siapa yang pantas mendampingi para calon presiden 2014.

05/04/14

Kampanye yang Mencerdaskan

Ikrar Nusa Bhakti                                                              
                                                             
”Jika rakyat pergi. Ketika penguasa berpidato. Kita harus hati-hati. Barangkali mereka putus asa/Kalau rakyat sembunyi. Dan berbisik bisik. Ketika membicarakan masalahnya sendiri. Penguasa harus waspada dan belajar mendengar/ Dan bila rakyat tidak berani mengeluh. Itu artinya sudah gawat. Dan bila omongan penguasa. Tidak boleh dibantah. Kebenaran pasti terancam/ Apabila usul ditolak tanpa ditimbang. Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan. Dituduh subversi dan menggangu keamanan. Maka hanya satu kata : LAWAN! (Solo: 1986)

Puisi karya Wiji Thukul berjudul ”Peringatan” itu begitu memukau para pengunjung saat dibacakan oleh Sosiawan Leak, penyair asal Solo, pada pembukaan ASEAN Literary Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 21 Maret 2014.