23/04/14

Apresiasi Menjelang Transisi Kekuasaan

Antonius Purwanto

SETENGAH tahun menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah relatif membaik. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan pemerintah menjaga kondisi politik dan ekonomi sehingga pemilu legislatif berjalan aman dan lancar.

Memasuki empat setengah tahun periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 April 2014, dua persoalan besar yang mengindikasikan kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas negara. Pertama, menyangkut persiapan dan pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014. Kedua, kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi di tengah proses transisi kekuasaan politik tersebut.

Untuk penyelenggaraan pemilu legislatif, pemerintah terbukti mampu mengakomodasi sistem pemilu yang relatif berlangsung aman dan lancar serta tak diganggu isu kecurangan sebagaimana Pemilu 2009. Hal ini memberikan peluang bagi partai-partai politik untuk bersaing secara lebih sehat dan melahirkan kader-kader potensial untuk ditawarkan kepada pemilih.

Meskipun penyelenggaraan pemilu legislatif masih ditandai sejumlah insiden di beberapa daerah, secara keseluruhan peristiwa-peristiwa itu tidak mengganggu proses pemilu. Dari sisi hasil pemilu legislatif, pemerintah dinilai mampu mengantisipasi potensi konflik sosial pasca pemilu setelah sejumlah proses hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei menempatkan komposisi parpol pemenang Pemilu Legislatif 2014 yang berbeda dari komposisi Pemilu 2009.

Di bidang ekonomi, penilaian publik tidak lepas dari upaya pemerintah mempertahankan stabilitas makroekonomi di tengah hiruk-pikuk penyelenggaraan pemilu dan pemulihan ekonomi global. Kondisi nyata yang dihadapi publik saat ini adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok. Walaupun inflasi relatif rendah (Maret 2014 hanya 0,08 persen), sejumlah komoditas justru mengalami kenaikan harga, seperti beras, cabai, dan minyak goreng. Untuk hal ini, sebagian besar responden menyatakan kekecewaan.

Pemilu aman

Sejumlah persoalan membayangi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 lalu, di antaranya kisruh daftar pemilih tetap, keterlambatan distribusi logistik, dan penghitungan suara di sejumlah daerah. Sejumlah insiden politik juga terjadi menjelang pelaksanaan pencoblosan, seperti temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bahwa sejak tahun 2013 sedikitnya terjadi 19 kasus kekerasan yang motifnya diduga terkait politik. Sementara itu, dari Januari hingga Februari 2014, sudah terjadi enam kasus kekerasan, yang meliputi penembakan, penganiayaan, teror, intimidasi, pembakaran mobil, dan perusakan atribut kampanye.

Temuan serupa juga diungkapkan Jaringan Pemilu Aceh. Menurut lembaga ini, telah terjadi 54 kasus kekerasan pemilu di sejumlah daerah di Aceh selama Maret 2014. Sebut saja kasus penembakan terhadap posko pemenangan calon anggota legislatif dan penganiayaan yang menewaskan Ketua Partai Nasional Aceh Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Juwaini pada Februari lalu.

Meski diiringi sejumlah peristiwa kekerasan yang bersifat sporadis di daerah tertentu, pemilu kali ini relatif berjalan sukses, aman, dan lancar. Ini berarti, pemerintah mampu meredam kekerasan politik tersebut sehingga tidak memicu kekerasan lain yang berskala besar. Apresiasi publik terhadap kemampuan pemerintah menjaga stabilitas politik dan keamanan terbilang tinggi.

Dalam jajak pendapat tiga bulanan Kompas terungkap, 45 persen responden menyatakan puas dengan kinerja pemerintah dalam menjaga keamanan di tahun politik ini. Kepuasan responden kali ini meningkat hampir 8 persen dibandingkan dengan hasil jajak pendapat 3 bulan sebelumnya. Apresiasi publik kali ini terbilang paling tinggi semenjak April 2011.

Hukum dan ekonomi

Terlepas dari pelaksanaan pemilu, evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan punya penilaian tersendiri. Dalam bidang hukum, korupsi masih dipandang sebagai kasus terpenting. Sorotan publik terhadap kelambanan aparat penegak hukum dalam merespons kasus korupsi yang terungkap masih mendominasi penilaian mereka terhadap kinerja penegakan hukum. Proses hukum yang berbelit-belit menyisakan keraguan publik tentang keseriusan pemerintah memberantas korupsi.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi, sebanyak 74 politikus terjerat kasus korupsi sejak tahun 2007 hingga April 2014. KPK juga mencatat, ada 327 pejabat negara tingkat pusat dan lokal yang terlibat korupsi. Dengan kondisi ini, wajar kalau peringkat korupsi Indonesia masih berada di urutan bawah. Tahun 2013, survei Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International menempatkan Indonesia pada peringkat ke-114 dari 176 negara dengan skor 32. Skor itu sama dengan hasil survei serupa yang dilansir Transparency International tahun 2012. Itu berarti, penanganan korupsi yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil signifikan.

Fenomena ini kembali terungkap dalam jajak pendapat 54 bulan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kepuasan responden terhadap kinerja pemerintah dalam menangani kasus korupsi kembali terpuruk dibandingkan dengan tiga bulan yang lalu. Hanya tiga dari sepuluh responden (34,2 persen) yang menyatakan puas. Tiga bulan sebelumnya, tingkat kepuasan responden hampir mendekati 40 persen (38,2 persen).

Citra positif

Meskipun kinerja pemerintahan dinilai belum optimal, di usia pemerintahannya yang ke-54 bulan ini citra terhadap Yudhoyono mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam jajak pendapat kali ini, sebagian besar (60,1 persen) responden memandang positif terhadap Yudhoyono. Penilaian ini bisa dianggap sebagai prestasi setelah hampir tiga tahun citra Yudhoyono terus merosot.

Kemampuan Yudhoyono menjaga sikap ketika diterpa isu tentang keterlibatan dirinya dalam kasus korupsi menimbulkan simpati publik terhadap kepemimpinannya. Keberhasilan Yudhoyono dalam menjaga stabilitas politik di tengah hiruk pikuk parpol dan sejumlah tokoh dalam pertarungan politik menjelang pemilu dan pemilu presiden juga memberi kesan positif kepada publik.

Boleh jadi, kemampuan Yudhoyono mengelola peran dirinya dalam menghadapi kedua isu tersebut telah membuahkan citra positif bagi dirinya. Apresiasi positif yang muncul pada pengujung masa pemerintahannya ini bisa juga menggambarkan harapan publik menjelang transisi kekuasaan, yaitu terbentuknya pemerintahan baru yang lebih kuat, lebih berkualitas, dan lebih aspiratif. 

Antonius Purwanto, Litbang Kompas
KOMPAS, 21 April 2014
                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar