28/11/13

Sains dan Pendidikan Sains

Premana W Premadi

PERNAH ada masa di mana sains dianggap arena bermain hanya segelintir orang sehingga dirasa terpisah dari hidup keseharian.

Walaupun pandangan sempit tentang sains dan saintis ini mungkin ada benarnya, disadari atau tidak, sains dan segala produknya telah banyak berperan dalam kemajuan umat manusia.

Di dalam sains sendiri, tingkat kemajuannya sangat pesat, bahkan pada beberapa sektor fundamental. Hasil pengamatan yang makin luas dan dianalisis secara cermat memberikan gambaran saintifik yang makin komprehensif tentang alam semesta.

Kesanggupan mengidentifikasi waktu sepanjang proses fisis yang berjalan memberdayakan sains untuk memprediksi kondisi masa datang. Kemampuan untuk memprediksi adalah modal krusial dalam peradaban.
Sains mengajak kita menyadari adanya keterbatasan alami sehingga sebagai makhluk hidup perlu mengatur strategi untuk melampaui keterbatasan itu. Manusia, dengan anugerah kecerdasan, sukses menanggulangi banyak keterbatasan alami ini.

Keindahan tantangan atau limitasi adalah pada dorongan untuk berpikir kreatif.. Selagi meningkatkan kapasitas berpikir, acapkali manusia tidak hanya berhasil mengatasi limitasi, tetapi melampaui itu manusia menemukan cara hidup yang lebih baik. Perspektif dan visi lintas kondisi  dan ruang-waktu  inilah yang dapat menghindarkan kita dari solusi tambal sulam terhadap masalah yang ada.

Mengajarkan sains

Dengan obyektif seperti inilah sains seyogianya dikembangkan dan diajarkan. Mengajarkan sains bukan menyampaikan fakta tentang alam saja, tetapi lebih penting lagi memperkenalkan bagaimana fakta itu ditemukan dan menginterpretasikannya.

Pernyataan Cliche: ”fakta mengatakan”  tidaklah otomatis berdasar maupun berbobot. Kita menginterpretasi fakta menggunakan aliran logika pikiran kita. Hanya setelah interpretasi ini diterima dengan mapan barulah kita dibukakan jalan pintas untuk menerima apa yang fakta katakan. Tidak ada yang terberi dengan gratis di dalam sains; minimal kita dipinjami cara berpikir yang sekarang diterima. Untuk dinilai kreatif dan maju, kita harus memproduksi lebih daripada yang kita pinjam.

Perlu ditegaskan bahwa kebenaran saintifik tidak melingkupi seluruh kebenaran. Artinya kebenaran saintifik memiliki keterbatasan dan tidak absolut. Ketidakabsolutan dan ketidakmapanan pengetahuan inilah yang justru mendorong sains untuk dapat terus, bahkan harus, dikembangkan, dipertajam, dan dihaluskan. Pemahaman akan keterbatasan ini dan akan proses internal kerja sains membuat usaha pencarian kebenaran yang tak pernah berujung sekaligus membuka kesempatan kepada siapa pun untuk berpartisipasi.

Pendidikan sains yang terstruktur seperti yang diberikan dalam sistem-sistem pendidikan yang terinstitusi seperti sekolah dan universitas, harusnya dapat mengenali dorongan dan perkembangan sains sebagai karakter intrinsik sains itu sendiri.

Pendidikan sains juga perlu mempersepsi kebutuhan dan derajat penerimaan sains dalam masyarakat. Artinya, pembelajaran modern untuk sains harus memasukkan fondasi-fondasi dalam sains, keadaan terkini dalam perkembangannya, dan juga cara-cara cerdas untuk mengantisipasi implikasi jangka panjangnya pada kemanusiaan.

Tujuan pembelajaran sains dengan isi seperti itu sedikitnya ada dua. Pertama, pendidikan menyiapkan generasi ilmuwan yang kompeten untuk pengembangan sains dalam semangatnya untuk mencari kebenaran.
Kedua, pendidikan ini akan memotivasi mereka sebagai ilmuwan terdidik dan terlatih untuk berperan konstruktif dalam proses pendewasaan masyarakat. Pengetahuan saintifik menjadi modal penting dalam pengambilan kebijakan pada berbagai aspek kehidupan.

Pengetahuan saintifik tak secara langsung memberikan pertimbangan moral, dan tidak pula berpretensi untuk memaksakan nilai-nilai baru, tetapi untuk memberikan pemahaman pada masyarakat tentang hubungan kausal dalam berbagai kondisi dan aksi fisis, dan melengkapi dengan landasan rasional yang dapat membantu berpikir tentang apa pun secara komprehensif dan holistik.

Cara kerja sains yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan terbuka terhadap kritik dan saran melatih ilmuwan untuk selalu bertindak etis. Prinsip kerja etis seperti ini akan mendorong sikap etis pada aspek-aspek lain.
Di dalam pendidikan sains, sangat perlu ditunjukkan batasan domain saintifik, yakni domain pada mana sains bekerja dan deskripsinya dipertimbangkan. Di luar domain itu, deskripsi saintifik tidak lagi sah.

Komunikasi konstruktif

Kurikulum yang mengizinkan adanya pintu-pintu penghubung di antara ranah-
ranah yang berbeda, sains dan non-sains, akan mengakomodasi suatu komunikasi yang sehat dan konstruktif di antara komponen-komponen dalam aspirasi manusia untuk membangun peradaban.

Menyertakan komponen ini dalam kurikulum pendidikan sains harus dinilai sebagai langkah positif yang perlu dievaluasi dan diakses secara saksama dan berkala. Di sekolah, pelajaran olahraga diberikan dengan obyektif utama menjadikan murid bugar dan berpikiran strategis. Maka, kegiatan utama pada jam pelajaran olahraga adalah berolahraga. Evaluasinya tidak dalam bentuk menjawab pertanyaan tentang berapa ukuran lapangan sepak bola.

Bagaimana pula kita mengukur kebaikan gizi anak-anak kita? Tidak dengan bertanya apakah mereka kenyang, tetapi dengan memeriksa fungsi-fungsi organ tubuh dan  keseimbangan tumbuh kembang mereka.
Bagaimana kita mengakses pendidikan sains kita?

Belum terlalu lama sejak manusia pertama kali mengarahkan lensa pengamatan kepada dirinya dan membandingkan dirinya dengan konstituen lain semesta sehingga akhirnya dipaksa bisa berbesar hati ketika menemukan betapa biasanya (common) proses fisis yang relevan dengan fisiknya.

Namun, sejalan dengan proses belajar manusia akan terus berlangsung, kita mempunyai banyak kesempatan untuk membuat dunia ini sebagai tempat hidup yang makin baik: seluruh umat manusia hidup berdampingan dalam damai, lingkungan sehat, dengan pengertian yang baik satu terhadap yang lain.

Di ujung hari, kurikulum sains yang baik, yang disampaikan dengan baik, akan menghadiahi masyarakat tak hanya sains berkualitas tinggi, tetapi juga ilmuwan yang baik, sang manusia.

Premana W Premadi, Alumnus Astronomi Institut Teknologi Bandung Angkatan 1983

Tidak ada komentar:

Posting Komentar