07/11/09

Krisis Thailand-Kamboja

Bukan mustahil hubungan dua negara anggota ASEAN yang bertetangga, Thailand dan Kamboja, akan menyentuh titik yang paling rendah.

Kalau itu terjadi, sungguh amat disayangkan. Kita berharap krisis hubungan kedua negara tidak bertambah buruk meskipun sekarang ini kedua negara sudah menarik duta besarnya masing-masing.

Thailand yang lebih dahulu menarik duta besarnya, Prasas Prasasvinitchai, dari Phnom Penh. Tindakan Thailand itu dijawab Kamboja dengan menarik duta besarnya, You Ay, dari Bangkok.

Memang, penarikan kepala misi diplomatik adalah hal yang biasa dalam hubungan diplomatik antardua negara. Penarikan duta besar itu dapat dikatakan ”kurang dramatis” dibandingkan dengan pemutusan hubungan secara penuh. Oleh karena, meski duta besar ditarik, misi tetap akan berlanjut kurang lebih normal di bawah pimpinan charge d’affaires, dengan kekuasaan yang terbatas. Meski demikian, penarikan duta besar itu tetap kita sayangkan, mengapa harus terjadi.

Keputusan Bangkok menarik duta besarnya dari Phnom Penh merupakan bentuk kekecewaannya atas keputusan Phnom Penh mengangkat Thaksin Shinawatra menjadi penasihat ekonomi pemerintah dan penasihat pribadi PM Hun Sen.

Tindakan Kamboja itu merupakan pukulan telak bagi Thailand. Thaksin, yang mantan perdana menteri itu, oleh pengadilan Thailand sudah dijatuhi hukuman dalam persidangan in absentia karena korupsi dan penyalahgunaan wewenang selama berkuasa sampai akhirnya dikudeta pada tahun 2006.

Itulah sebabnya, Bangkok berpendapat keputusan Phnom Penh itu sebagai tindakan ”mencampuri urusan dalam negeri Thailand” dan ”tidak menghormati sistem hukum Thailand”. Tindakan itu juga dinilai ”melukai perasaan rakyat Thailand”.

Selama ini Thaksin yang lebih banyak tinggal di Dubai dituding masih mampu menggerakkan para pendukungnya untuk berdemonstrasi melawan pemerintah. Dan, dengan mendapatkan posisi di Kamboja, akan semakin memudahkan dia untuk ”bermain”. Apalagi, Kamboja sudah menyatakan tidak akan mengekstradisi Thaksin ke Thailand.

Di antara kedua negara, memang, masih tersisa persoalan, yakni menyangkut masalah perbatasan. Dari sinilah muncul kasus Candi Preah Vihear, yang oleh PBB dinyatakan sebagai warisan dunia. Candi itu terletak di dekat wilayah yang diperebutkan oleh kedua negara.

Kita berharap kedua negara bisa lebih berkepala dan berhati dingin untuk menyelesaikan masalah itu. Kiranya perlu dicari jalan keluar yang elegan sesuai dengan ”budaya ASEAN”. Memburuknya hubungan kedua negara tentu hanya merupakan nilai negatif bagi ASEAN.

TAJUK RENCANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar