Apa yang terjadi di perairan Batas Garis Utara—perairan yang memisahkan antara Korea Utara dan Korea Selatan—secara jelas menambah panasnya situasi di Semenanjung Korea. Di perairan itu, hari Selasa, terjadi baku tembak antara kapal Korut dan kapal Korsel.
Menurut berita yang tersiar, sebuah kapal patroli Korut terbakar setelah terjadi baku tembak selama dua menit dengan petugas Angkatan Laut Korsel.
Para pejabat di Seoul mengatakan, kapal Korsel melepaskan tembakan setelah kapal Korut melintasi perairan perbatasan kedua negara yang selama ini dipersengketakan. Tembakan itu dibalas kapal Korut.
Korut membantah bahwa kapalnya telah melewati perbatasan. Mereka juga menyatakan bahwa kapal patrolinya saat itu hanya hendak memastikan ”obyek tak dikenal” yang berada di perbatasan pihak Utara.
Apa yang sesungguhnya terjadi, siapa yang mengawali penembakan, atau siapa yang memulai pelanggaran, kiranya sulit dipastikan, karena kedua belah pihak akan saling menuding. Yang pasti, apa yang terjadi—baku tembak itu—menegaskan bahwa situasi di Semenanjung Korea tetap rawan, tetap panas, dan tetap gampang meledak.
Bukan kali ini saja terjadi adu tembak. Peristiwa terakhir, sebelum baku tembak Selasa lalu, terjadi pada tahun 2002. Saat itu terjadi baku tembak di perairan sengketa itu. Dalam baku tembak itu, empat pelaut Korsel tewas dan sekitar 30 pelaut Korut terluka.
Pada tahun 1999, sekurangnya 17 pelaut Korut tewas dalam baku tembak dengan Korsel. Tahun 1998, Korsel menangkap kapal selam mini Korut. Dua tahun sebelumnya, kapal selam Korut berkeliaran di perairan Korsel yang menimbulkan persoalan.
Masalah kedua negara, sejak berakhirnya perang Korea (1950-1953), memang belum selesai. Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani PBB dan Korut (1953) tidak berkaitan dengan perbatasan laut—Batas Garis Utara—dan tidak pernah diakui oleh Korut. Perairan itu kaya akan kepiting. Tidak aneh kalau setiap tahun 20 hingga 30 kali kapal nelayan dan Angkatan Laut Korut masuk ke perairan tersebut. Dan, setiap kali terjadi insiden.
Karena itu, baku tembak di perairan tersebut adalah kasus klasik. Setiap kali akan ada perundingan, membahas masalah Korut dan Korsel, selalu terjadi insiden di perairan itu. Kali ini, insiden terjadi pada saat Presiden AS Barack Obama akan mengunjungi beberapa negara Asia, yang antara lain membahas kepemilikan nuklir Korut.
Apakah ini cara lama Korut menarik perhatian? Kalau memang benar seperti itu, kita berharap persoalan akan segera selesai, dan tidak perlu ada perang.
Menurut berita yang tersiar, sebuah kapal patroli Korut terbakar setelah terjadi baku tembak selama dua menit dengan petugas Angkatan Laut Korsel.
Para pejabat di Seoul mengatakan, kapal Korsel melepaskan tembakan setelah kapal Korut melintasi perairan perbatasan kedua negara yang selama ini dipersengketakan. Tembakan itu dibalas kapal Korut.
Korut membantah bahwa kapalnya telah melewati perbatasan. Mereka juga menyatakan bahwa kapal patrolinya saat itu hanya hendak memastikan ”obyek tak dikenal” yang berada di perbatasan pihak Utara.
Apa yang sesungguhnya terjadi, siapa yang mengawali penembakan, atau siapa yang memulai pelanggaran, kiranya sulit dipastikan, karena kedua belah pihak akan saling menuding. Yang pasti, apa yang terjadi—baku tembak itu—menegaskan bahwa situasi di Semenanjung Korea tetap rawan, tetap panas, dan tetap gampang meledak.
Bukan kali ini saja terjadi adu tembak. Peristiwa terakhir, sebelum baku tembak Selasa lalu, terjadi pada tahun 2002. Saat itu terjadi baku tembak di perairan sengketa itu. Dalam baku tembak itu, empat pelaut Korsel tewas dan sekitar 30 pelaut Korut terluka.
Pada tahun 1999, sekurangnya 17 pelaut Korut tewas dalam baku tembak dengan Korsel. Tahun 1998, Korsel menangkap kapal selam mini Korut. Dua tahun sebelumnya, kapal selam Korut berkeliaran di perairan Korsel yang menimbulkan persoalan.
Masalah kedua negara, sejak berakhirnya perang Korea (1950-1953), memang belum selesai. Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani PBB dan Korut (1953) tidak berkaitan dengan perbatasan laut—Batas Garis Utara—dan tidak pernah diakui oleh Korut. Perairan itu kaya akan kepiting. Tidak aneh kalau setiap tahun 20 hingga 30 kali kapal nelayan dan Angkatan Laut Korut masuk ke perairan tersebut. Dan, setiap kali terjadi insiden.
Karena itu, baku tembak di perairan tersebut adalah kasus klasik. Setiap kali akan ada perundingan, membahas masalah Korut dan Korsel, selalu terjadi insiden di perairan itu. Kali ini, insiden terjadi pada saat Presiden AS Barack Obama akan mengunjungi beberapa negara Asia, yang antara lain membahas kepemilikan nuklir Korut.
Apakah ini cara lama Korut menarik perhatian? Kalau memang benar seperti itu, kita berharap persoalan akan segera selesai, dan tidak perlu ada perang.
TAJUK RENCANA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar