31/10/14

Keluar dari Jebakan Involusi

Ignas Kleden

Setiap bangsa mengalami bahwa tidak ada perkembangan sosial yang bersifat unilinear, bagaikan jalan lurus ke depan dengan gerak maju yang serba mulus. Selalu ada faktor-faktor obyektif yang dapat menghambat.

Sekalipun demikian, kemajuan tak hanya ditentukan oleh faktor-faktor obyektif, tetapi juga oleh peranan subyektivitas orang-orang yang terlibat di dalamnya, Kemajuan demokrasi di Indonesia yang tadinya banyak dipuji dunia luar telah menandai tahun-tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peralihan pimpinan nasional yang berlangsung tanpa krisis politik adalah hal baru dalam sejarah politik Indonesia. Tak ada lagi "perang suksesi".

24/10/14

Kabinet Semiotika Jokowi

Acep Iwan Saidi

TANTANGAN pertama Joko Widodo dalam kepemimpinannya adalah membentuk kabinet baru. Profil kabinet ini tentu harus segar bagi dirinya sendiri sekaligus harus menyegarkan khalayak. Salah satu syaratnya, ia mesti berbeda dari kabinet terdahulu. Ruh keberbedaan kabinet Jokowi penting disambungkan dengan sosok Jokowi sendiri. Jika sebelumnya presiden Indonesia selalu dari kalangan militer dan elite sipil, Jokowi berasal dari ”dusun”, sipil dari keluarga yang bisa dibilang ”tidak berkasta”. Jokowi adalah ”presiden pinggiran”.

20/10/14

Momentum Jiwa-Kerja Besar

Mochtar Pabottingi

DALAM sekitar dua minggu terakhir telah terjadi pembalikan radikal pada iklim dan dinamika politik di Tanah Air. Dari semula selama berbulan-bulan bersifat picik-kerdil, kembali mengarah pada semangat yang lapang dan bajik.

Dari semula menyungkupkan pesimisme awan hitam, kembali memancarkan optimisme hari-hari yang cerah. Pembalikan radikal itulah yang membuat seluruh bangsa kita bisa menyongsong pelantikan pasangan presiden ketujuh bangsa kita, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dengan penuh kegairahan. Semacam adagium ex necessitate rei (menurut keniscayaan dialektikanya) telah berlaku.

18/10/14

Setelah 49 Tahun

Salahuddin Wahid

SAYA tertarik pada judul berita halaman 1 sebuah harian: ”Banyak Warga Sudah Lupakan Peristiwa G30S/PKI”. Diberitakan bahwa tidak banyak lagi yang mengibarkan bendera setengah tiang pada 30 September 2014. Judul di atas menunjukkan fakta yang sebenarnya bahwa kita memang melupakan banyak hal terkait Peristiwa G30S.

Yang dilupakan antara lain ialah fakta bahwa 50 tahun-70 tahun lalu terdapat konflik ideologis antara partai komunis dan kelompok lain, yaitu TNI, partai berdasar Pancasila, dan partai-berdasar Islam. PKI dan organisasi pendukungnya menggunakan cara kekerasan terhadap aktivis Partai NU dan organisasi pendukungnya serta aktivis organisasi Islam lain. Selain itu, juga terdapat pertentangan ideologis antara partai Islam dan partai Pancasila, yang baru diakhiri pada 1985.

17/10/14

Salah Tafsir Jokowi

Radhar Panca Dahana

Sejujurnya sangat menjenuhkan—bahkan menggelikan—untuk berpikir atau menulis mengenai hal yang hari-hari ini menjadi tren atau semacam trending topic dalam media sosial. Sebuah kecenderungan yang menyuburkan tumbuhnya fashioned atau fad intellectual. Semacam pemikir atau pengamat yang menggunakan kelincahan literer dan pelisanan, bukan pikirannya, sekadar sebagai gincu untuk mengikuti isu publik seperti kita tergiur oleh busana dan gadget terbaru hanya karena renda-renda atau fitur tambahan yang lucu.

Namun, itulah yang harus saya lakukan, sekali lagi, membahas sebuah frasa pendek "revolusi mental", produk politik yang bagi saya lebih menghebohkan, lebih besar, bahkan berpeluang lebih mampu menciptakan perubahan fundamental, ketimbang kursi kekuasaan (kepresidenan) yang akhirnya dimenangi seseorang lewat proses yang melodramatik dan sarat preseden. Kedua hal itu berhulu kepada seorang pengusaha mebel yang tidak punya latar elitis atau kelas penguasa dalam dimensi apa pun, seorang dengan kesederhanaan begawan: Joko Widodo (Jokowi).

12/10/14

Gadungan

Trias Kuncahyono


SETAIP orang, politisi, dapat mengklaim bahwa apa yang dilakukan adalah demokratis. Setiap orang juga dapat mengklaim sebagai seorang demokrat sejati; sebagai pejuang dan pembela demokrasi. Semua itu sah-sah saja.

Ingat, tokoh neofasis Rusia, Vladimir Zhirinovsky. Tokoh ultranasionalis ini bersama Partai Demokratik Liberal Rusia dalam pemilu parlemen (1993) meraih 22,8 persen suara. Apa ia seorang demokrat hanya dengan mendirikan partai ”Demokratik Liberal”?

04/10/14

Takarub Sosio-religius dan Politik

Azyumardi Azra

SEJARAH dan ajaran normatif terkait hari raya Idul Adha umumnya telah diketahui umat Islam. Begitu pula dengan kaitan antara Idul Adha dengan Idul Kurban dan Idul Haji. Ketiga hari raya ini berjalin berkelindan dalam semangat, makna, dan hikmahnya, baik untuk kehidupan pribadi maupun bermasyarakat dan berbangsa-bernegara.

Secara sosial-keagamaan, hari raya ini ditandai penyembelihan hewan kurban, seperti kambing dan sapi, untuk dibagikan kepada fakir, miskin, dan pihak lain yang berhak menerima.

03/10/14

Di Atas DPR Masih Ada Rakyat

Ikrar Nusa Bhakti

PARA anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 yang baru dilantik pada Rabu, 1 Oktober 2014, mempertontonkan sidang paripurna yang tidak apik untuk ditonton, kalau tidak dapat dikatakan memuakkan. Pada Rabu malam hingga Kamis (2/10) dini hari itu, hujan interupsi dan teriakan begitu membahana, hanya untuk menentukan apakah sidang berlanjut malam itu atau ditunda keesokan harinya. Semua ini terkait dengan jadwal sidang untuk memilih pimpinan DPR dalam satu paket yang harus disetujui oleh paling sedikit lima fraksi yang berbeda.

Sidang Paripurna DPR dini hari itu akhirnya dimenangi koalisi partai pendukung Prabowo-Hatta yang menyebut dirinya Koalisi Merah Putih (KMP) ditambah Fraksi Partai Demokrat  yang menyapu bersih semua posisi pimpinan di DPR. Kelima pimpinan DPR periode 2014-2019 tersebut adalah Ketua Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (PAN), Fahri Hamzah (PKS), dan Fadli Zon (Gerindra).  Ini berarti koalisi partai pendukung Prabowo-Hatta yang kalah pada Pemilu Presiden 2014 memenangi pertarungan politik di Dewan yang dapat dikatakan the loser takes all.

01/10/14

Janji Presiden

Ivan Hadar

PRESIDEN terpilih Joko Widodo menunjukkan keinginannya menghemat uang negara ketika menolak pembelian mobil baru yang diproses Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Jokowi memilih mewariskan mobil bekas bagi para petinggi pemerintahan, termasuk untuk dirinya.

Keteladanan ini membawa harapan. Menjelang 2010, tiap pejabat negara setingkat menteri serta pemimpin lembaga tinggi negara pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono diberi mobil mewah Toyota Crown Royal Saloon 3.000 cc. Menurut Sudi, penggantian mobil dinas seharga Rp 1,3 miliar per unit itu dianggarkan dalam APBN 2009 sesuai dengan program pemerintah yang disetujui DPR periode lalu. Ada dugaan, anggaran itu diambil dari dana subsidi pemerintah bagi rakyat miskin.