05/12/13

Pemilu 2014 Menentukan

GKR Hemas

BEBERAPA  kejadian terkini membuat banyak orang sampai pada kesimpulan revolusi diperlukan.

Pemerintah dipandang sudah tidak efektif, perkembangan politik tak tentu arah, rupiah melemah, penggawa hukum tertinggi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi kehilangan marwah, dan pemerintah dilecehkan pula oleh negara tetangga. Apa lagi yang tersisa kecuali semangat massa yang siap dibakar?

Penyadaran

Bagi orang yang sehari-hari bergelut dalam persoalan kenegaraan tentu mafhum belaka bahwa kesimpulan itu tidak berlebihan. Ada kekecewaan yang lahir tak lama setelah Reformasi. Terus membesar karena politik menyimpang dari cita-cita, perbaikan ekonomi tak menyentuh sebagian besar warga, dan para pemimpin makin terlihat individualis. Rakyat kehilangan harapan.

Namun, harapan pulalah yang sesungguhnya melandasi kesimpulan itu sehingga kita bisa mengatakan bahwa harapan terhadap perbaikan negeri ini sesungguhnya masih sangat besar di balik semua suara yang pesimis. Revolusi hanyalah sebuah jalan. Arahnya sulit diprediksi. Pemilu juga sebuah jalan. Dengan perencanaan dan kendali yang lebih jelas. Dalam seluruh konteks ini, Pemilu 2014 jadi sangat menentukan.

Penyadaran pemilih selalu penting menjelang pemilu. Mereka kunci utama pemimpin dan politik pascapemilu. Calon pemilih perlu disadarkan bahwa kondisi negara bisa genting apabila pilihan mereka masih berfokus pada unsur kedekatan, kekeluargaan, dan popularitas. Sudah cukup pelajaran. Ini bukan hanya menyangkut calon presiden untuk menghindarkan terpilihnya presiden yang lemah dan individualis, melainkan juga legislatif perwakilan rakyat dan perwakilan daerah (DPD).

Wawasan kebangsaan dan bela negara yang sederhana bisa sangat membantu. Pemilih perlu mencermati kemampuan calonnya menyelesaikan berbagai dimensi masalah. Kedaerahan, budaya, politik, ekonomi, sosial, dan batas-batas negara yang menentukan perwujudan kedaulatan. Presiden dan politisi mendatang mesti menguasai masalah ini dan mempunyai tekad mempertahankan format keindonesiaan yang kuat.

Cara paling mudah adalah melihat dari perspektif konstitusi, yang merupakan dasar perjuangan dan aktivitas politik. Pemilih perlu mendapatkan akses dan rangsangan membaca pasal-pasal dalam UUD 1945. Sosialisasi mengenai masalah ini mestinya menjadi tanggung jawab dan agenda lembaga penyelenggara pemilu.

Demikian juga dengan para calon. Semua perlu mendapat pengetahuan konstitusi yang cukup agar konstitusi menjadi pegangan utama, pedoman dalam politik dan penyelenggaraan negara. Parpol punya kewajiban memastikan kadernya mendapat pembekalan yang memadai. Lembaga penyelenggara pemilu bertanggung jawab terhadap para calon anggota DPD yang nonpartisan.

Pemilu dan perubahan

Pemilu 2014 sesungguhnya merupakan saat yang tepat untuk mempertahankan atau mengganti para pelaku politik dan menyempurnakan sistem. Orang- orang ditentukan oleh para pemilih. Sistem ditentukan oleh orang-orang yang terpilih dan gagasan-gagasan yang ditawarkan. Pemilu mestinya menjadi alat yang tepat untuk mengawali perbaikan konstitusi, sejalan dengan pemikiran modern yang mengharuskan konstitusi menjadi living and working constitution.

Untuk kondisi negara yang telah membuat sebagian orang berpikir sudah saatnya revolusi, perubahan konstitusi merupakan jalan terbaik menyeimbangkan saling kontrol dan harmoni pada cabang-cabang kekuasaan. Ada tiga pokok penting yang perlu segera disempurnakan. Sistem presidensial, penguatan lembaga perwakilan, dan otonomi daerah.

Sistem presidensial perlu ditingkatkan efektivitasnya dengan desain yang merangsang sistem kepartaian sederhana yang memperbesar kekuasaan konstitusional pemerintah. Terutama untuk menghindari minority president dan pemerintahan yang terbelah (divided government) yang umum dilahirkan oleh sistem multipartai seperti saat ini, yang berakibat ketidakstabilan demokrasi dan kekuranglancaran pembangunan.

Penguatan lembaga perwakilan diperlukan untuk menyeimbangkan saling kontrol melalui penguatan peran MPR sebagai lembaga joint session DPR dan DPD, serta harmonisasi melalui penguatan kewenangan DPD agar efektif menjadi mitra penyeimbang DPR. Disebut harmonisasi karena mengarah pada prinsip saling melengkapi dalam sistem bikameral efektif dan bukan bikameral sama kuat (perfect bicameralism).

Penyempurnaan otonomi daerah merumuskan formula yang tepat sebagai bingkai yang mendorong desentralisasi sejalan dengan bentuk negara kesatuan yang mampu meredam potensi disintegrasi. Desainnya mengandung norma yang berpihak pada keberagaman, kekhususan daerah, dan perspektif masyarakat adat setempat. Ini semua bukan gagasan baru di dunia. Kegagalan menerapkannya telah memberi pelajaran bagi negara-negara Amerika Latin yang tak berhasil membangun demokrasi yang stabil. Yang di negeri kita kini sedang berproses dan hasilnya akan banyak ditentukan hasil Pemilu 2014.\\

GKR Hemas, Wakil Ketua DPD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar