Anis Hidayah
Setelah 13 tahun, akhirnya amanat presiden untuk ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Seluruh Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya—dikenal sebagai Konvensi Buruh Migran—ditandatangani pada 7 Februari 2012.
Pada 9 Februari, amanat presiden tersebut diserahkan kepada Ketua DPR. Dalam skema perlindungan buruh migran, ratifikasi terhadap konvensi tersebut merupakan instrumen paling mendasar bagi Pemerintah Indonesia sebagai negara pengirim. Oleh karena itu, hal ini harus jadi momentum bersama untuk menata kembali manajemen perlindungan buruh migran yang selama ini selalu menjadi korban pelanggaran HAM, terutama di sejumlah negara tujuan.
Konvensi Buruh Migran yang disahkan Majelis Umum PBB pada 18 Februari 1990 melalui Resolusi No 45/158 merupakan instrumen internasional, berisikan prinsip-prinsip dan kerangka perlindungan global bagi buruh migran dan anggota keluarganya berdasarkan standar HAM. Konvensi berlaku efektif setelah 20 negara meratifikasinya.
Sejak Timor Leste menjadi negara ke-20 yang meratifikasi konvensi tersebut pada Maret 2003, sejak 1 Juli 2003 konvensi tersebut menjadi perjanjian berkekuatan hukum mengikat. Hingga 12 Februari 2012, konvensi ini sudah diratifikasi oleh 45 negara. Sebanyak 33 negara di antaranya telah menandatanganinya.