30/11/11

Olahraga dan Olah Negara

Yudi Latif


Vincet amor patriae (kecintaan kepada tanah air itulah yang membuat menang). Walau jalan menuju SEA Games diwarnai aneka skandal dan salah urus, daya juang para atlet bisa mengatasi keterbatasan dan kekacauan. Di ujung jalan, seperti menggemakan bait lagu yang dikobarkan para penyanyi kita, ”Indonesia Bisa”, menjadi juara.

Olahraga memperlihatkan karakter yang dibutuhkan untuk olah negara. Dalam kobaran cinta seperti dalam olahraga yang mengatasnamakan bangsa, jiwa amatir yang siap berkorban demi patria mengalahkan kalkulasi untung-rugi sehingga atlet profesional ternama pun rela bertanding dengan imbalan di bawah standar. Dalam olahraga, atlet sejati lebih mendahulukan kesiapan berjuang ketimbang mengedepankan hasil. Jennifer Capriati, mantan petenis Amerika Serikat, mengekspresikan karakter olahragawan sejati ini, ”I don’t care about being number 1, but I’m ready and willing to give battle, and that’s what sport is all about.”

Kesiapan berkorban dan kesungguhan berjuang demi mengharumkan bangsa menjadikan atlet sejati sebagai pahlawan. Keberhasilan para atlet Indonesia menjuarai SEA Games membantu menaikkan moral bangsa yang lama mengalami demoralisasi setelah menuai keterpurukan di berbagai segi. Tatkala kita kehilangan harapan akan perkembangan bangsa ini, masih ada orang-orang yang berdiri terakhir di persimpangan dengan mengibarkan panji kebesaran bangsa, seperti para atlet itu.

26/11/11

The “Soccer Tribe”

Budiarto Shambazy

Ikut berduka atas tewasnya dua korban di pintu masuk Stadion Utama Gelora Bung Karno saat final Garuda Muda versus Harimau Muda. Terakhir kali nyawa melayang di GBK pada pertandingan Persib melawan Persebaya di putaran final kompetisi PSSI, Agustus 1966.

Masih segar dalam ingatan, sekitar 100.000 penonton tunggang langgang setelah aparat keamanan menembak ke udara untuk melerai perkelahian massal antarpemain. Sebagian berlindung di bawah bangku, sebagian lagi mencoba ke luar.

Seorang penonton tewas terkena peluru nyasar dan ratusan lagi luka atau pingsan terinjak massa. Presiden Soekarno turun tangan memerintahkan pertandingan yang terhenti
dilanjutkan beberapa hari kemudian, dan semua berjalan lancar.

06/11/11

Keislaman Indonesia

Komaruddin Hidayat

Sebuah penelitian sosial bertema ”How Islamic are Islamic Countries” menilai Selandia Baru berada di urutan pertama negara yang paling islami di antara 208 negara, diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim menempati urutan ke-140.

Adalah Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari The George Washington University yang melakukan penelitian ini. Hasilnya dipublikasikan dalam Global Economy Journal (Berkeley Electronic Press, 2010). Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh ajaran Islam dipahami dan memengaruhi perilaku masyarakat Muslim dalam kehidupan bernegara dan sosial?

Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator dimaksud diambil dari Al Quran dan hadis, dikelompokkan menjadi lima aspek. Pertama, ajaran Islam mengenai hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta kehidupan sosial. Ketiga, sistem perundang-undangan dan pemerintahan. Keempat, hak asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat non-Muslim.

Setelah ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk menimbang kualitas keberislaman 56 negara Muslim yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang rata-rata berada di urutan ke-139 dari sebanyak 208 negara yang disurvei.

04/11/11

Pemimpin Minim Ambisi

Radhar Panca Dahana

Moammar Khadafy adalah tragik seorang pemimpin flamboyan, berani, dan penuh ambisi. Ia dihujat dan sekaligus dipuja selama 42 tahun berkuasa.

Bagi seorang pilot asal Indonesia, Ganahadi Ratnuatmaja, yang tujuh tahun menjadi pilot pribadi mantan pemimpin Libya itu, Khadafy adalah pribadi peramah dan pemurah. Yang selalu datang ke kokpit untuk bersalaman dan meminta maaf karena beberapa menit terlambat. Yang mengirim saudara kandungnya untuk menghadiri pesta mantu sang pilot di Indonesia. Yang dengan tegas menyatakan bahwa sejak masih berpangkat kolonel mengagumi Soekarno, presiden pertama Indonesia.

Papua Butuh Pendekatan Hati

Neles Tebay

Papua membara lagi. Bara konflik Papua mencuat ke permukaan dengan terselenggaranya Kongres Rakyat Papua III, 16-19 Oktober 2011, di Jayapura. Enam orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kongres tersebut sudah ditangkap polisi dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Setelah kongres, enam mayat orang Papua ditemukan. Bukan di arena kongres, melainkan beberapa ratus meter dari arena. Tiga di antaranya tewas karena kena tembak peluru, sementara tiga korban lainnya belum diketahui penyebab kematiannya.

03/11/11

Negara, Pasar, dan Jaminan Sosial

Makmur Keliat

Setiap orang yang berusia muda dan produktif secara alamiah pasti akan menjadi jompo dan tidak produktif. Setiap orang yang sehat pasti akan pernah jatuh sakit. Bahkan setiap orang yang tengah bekerja suatu ketika mungkin akan dapat kehilangan pekerjaannya karena berbagai sebab, seperti kecelakaan atau karena pemutusan hubungan kerja.

Bagaimana memperlakukan orang-orang seperti ini? Haruskah orang yang lanjut usia, yang tidak sehat, ataupun yang tidak memiliki pekerjaan itu dibiarkan begitu saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya?

Jati Diri Papua

Bagong Suyanto

Banyak studi membuktikan, di balik kemajuan pembangunan di Papua, ternyata pada saat yang sama melahirkan berbagai problem sosial-budaya di kalangan penduduk lokal.

Selain itu, juga muncul tuntutan untuk melakukan berbagai penyesuaian menyikapi kehadiran situasi dan kondisi baru yang terus berubah karena dihela industrialisasi, modernisasi, dan kehadiran para pendatang dengan segala perbedaan dan kepentingannya (FISIP Unair, 2010; Rathgeber (ed), 2006).

Saudara Presiden, Datanglah ke Papua

M. Ridha Saleh

Kebijakan pemerintah saat ini tetap mengedepankan pendekatan kesejahteraan dan tidak ada lagi pendekatan keamanan yang mengedepankan operasi militer.

Janji itu disampaikan oleh Presiden SBY saat menyampaikan pengantar dalam sidang kabinet paripurna di Gedung Utama Sekretariat Negara (Kompas, 28/10/2011). Pernyataan ini harus dicatat secara baik-baik oleh kita yang menghendaki agar tanah Papua segera aman dan damai. Sebab, pernyataan serupa sudah sering keluar dari para pejabat tinggi negara, termasuk Presiden SBY, di beberapa kesempatan.

Keluar dari “Geronto Politik”

AA GN Ari Dwipayana

Sejarah selalu menyediakan ruang bagi orang-orang muda. Dalam sejarah, pemuda menjelma dari suatu batas umur menjadi mitos yang hidup (Goenawan Mohamad, 1994).

Bung Hatta mendirikan Perhimpunan Indonesia ketika belum berumur 30 tahun. Hitung saja umur Soekarno ketika menyampaikan pidato yang menggemparkan, ”Indonesia Menggugat”, dan menjadi Presiden RI pada usia 44 tahun. Muhammad Natsir jadi perdana menteri pada usia 42 tahun, bahkan Sjahrir dan Sjafruddin Prawiranegara pada usia di bawah 40 tahun. Bukan itu saja, pada 1951, empat serangkai: DN Aidit, Lukman, Njoto, dan Sudisman, menjadi pengendali utama Partai Komunis Indonesia dalam usia tidak lebih dari 30 tahun.

02/11/11

Mencintai Anak-Cucu

Meiwita Budiharsana

Menentukan jumlah anak adalah hak pribadi, terutama bagi perempuan yang harus menjalani proses reproduksi dan menanggung dampaknya.

Pendapat ”mau punya anak berapa, suka-suka saya” tak keliru kalau dikaitkan dengan pandangan ”semua anak sepatutnya dilahirkan karena direncanakan dan diingini”. Namun, pilihan banyak anak perlu dibuat secara bertanggung jawab atas dasar pemahaman akan akibat keputusan itu, baik di tingkat pribadi, keluarga, maupun masyarakat/negara.

Segarkan Peran Kaum Muda

Umar Syadat Hasibuan

Delapan puluh tiga tahun peristiwa Sumpah Pemuda telah berlalu. Apa yang berubah dengan kaum muda hari ini?

Ketika Sumpah Pemuda dideklarasikan, kaum muda lebih mementingkan cita-cita kolektif kebangsaan dibandingkan kepentingan politik individu dan kelompok. Kaum muda eksis dan hadir dalam membangun fondasi nilai-nilai kebangsaan. Berbeda dengan 83 tahun silam, kaum muda saat ini kian terjebak dalam perebutan ladang kekuasaan ekonomi-politik. Bukti ini kian nyata ketika dua arus besar tampak kian kuat menyergap gerakan politik kaum muda: distorsi makna gerakan pemuda dan jebakan kooptasi kekuasaan.

Pembangunan Papua Buat Siapa?

Ikrar Nusa Bhakti

Papua masih tetap merupakan ”Tanah yang Dilupakan”. Ia baru diingat ketika suatu gejolak politik yang disebabkan faktor-faktor dari luar atau dalam terjadi di wilayah itu. Ini bukan saja terjadi pada era kolonial Belanda, melainkan juga pada era Indonesia.

Tengok, misalnya, bagaimana Residen Hollandia saat itu, JPK van Eechoud, mempercepat pembangunan ekonomi dan politik di Papua pada akhir 1950-an sampai awal 1960-an agar Indonesia kesulitan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Belanda menggelontorkan jutaan gulden untuk mempercepat pembangunan di Papua, Batalyon Papua dibentuk, orang Papua diberi kedudukan pada birokrasi rendahan, partai politik dibangun, dan Dewan New Guinea (DNG) juga dibentuk pada 1 April 1961.

Mengevaluasi Sistem Pemilu

Ramlan Surbakti

Diperlukan parameter atau kriteria untuk mengevaluasi suatu sistem pemilihan umum. Berikut 10 parameter untuk mengevaluasi sistem pemilihan umum anggota DPR dan DPRD yang diberlakukan pada Pemilu 2009.

Pertama, menjamin kedaulatan rakyat, baik dalam penentuan calon dalam setiap partai politik peserta pemilu (P4) maupun dalam proses penyelenggaraan pemilu. Kedaulatan pemilih pada Pemilu 2009 menurun secara signifikan jika dibandingkan Pemilu 1999 dan Pemilu 2004.

01/11/11

Kapital Intelektual

Satryo Soemantri Brojonegoro

Akhir-akhir ini ramai dipersoalkan mengenai remunerasi peneliti utama atau peneliti senior (penulis belum menggunakan istilah profesor riset) yang lebih rendah daripada guru sekolah dasar.
Pembandingan juga dilakukan di mana penghasilan guru besar di perguruan tinggi jauh melebihi peneliti utama. Belum lagi jika dibandingkan dengan peneliti di negara maju, remunerasi peneliti kita tampak semakin kecil.

Profesor riset, nomenklatur yang digunakan oleh peneliti yang telah mencapai tingkatan tertinggi, sejujurnya merupakan sebutan yang dipaksakan dalam sistem jabatan fungsional di pemerintahan ini. Nomenklatur tersebut sengaja dibuat supaya peneliti memperoleh tunjangan tambahan yang setara dengan tunjangan guru besar di perguruan tinggi.

Catatan Seorang Peneliti

Tri Ratnawati

Di era Reformasi dengan keterbukaan politiknya pascarezim Soeharto, dinamika politik Indonesia sangat tinggi. Harapan masyarakat terhadap kemajuan dan perbaikan di segala bidang kehidupan juga tinggi.
Tidak mengherankan apabila harapan masyarakat terhadap hasil-hasil penelitian, khususnya bidang ilmu politik, juga tinggi.

Saya juga mengerti apabila ada pihak yang kadang kecewa atas hasil-hasil penelitian kami (lembaga penelitian negeri/pemerintah), yang dinilai ”di bawah” kualitas hasil-hasil penelitian lembaga swadaya masyarakat tertentu yang cukup punya reputasi. Namun, masyarakat perlu juga tahu beberapa kendala yang saya (dan kemungkinan sebagian kawan-kawan peneliti lainnya) hadapi selama ini.

10 Cara Memahami Kejahatan

Adrianus Meliala

Belum selesai dengan masalah tawuran antarkampung dan antarsekolah, Jakarta dihebohkan kasus pemerkosaan di angkutan kota. Belum lagi hal itu pupus dari ingatan, berbagai kasus pembunuhan pun terjadi di Jakarta.

Sementara itu, kejahatan kekerasan dalam bentuk yang lebih kurang ekstrem, mulai dari sekadar perkelahian hingga penganiayaan, terus saja terjadi.

Tulisan ini secara ringkas memperlihatkan 10 cara memahami dan menganalisis meningkatnya kejahatan kekerasan, khususnya yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta.