17/11/09

Langkah Cepat Presiden

Pekerjaan rumah yang cukup kompleks menanti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setibanya dari menghadiri konferensi APEC di Singapura.

Presiden sudah mengetahui dan menyadarinya, bahkan meminta masukan dari Tim Delapan yang dibentuknya. Masalahnya sendiri rawan karena menyangkut salah satu kelemahan kita yang ”klasik”, dan karena itu justru merupakan program sentral pemerintahan SBY-Boediono, yakni memerangi praktik korupsi oleh pejabat negara dengan menyalahgunakan kekuasaan dan kesempatan.

Heboh atas isu praktik korupsi dan kolusi itu terjadi pada awal pemerintahan SBY-Boediono, yang sedang terkonsentrasi pada program kesejahteraan rakyat. Konsentrasi dan urgensi itu dijadwalkan dalam Program 100 Hari. Momentum sempat tercipta, tetapi dikhawatirkan terganggu persoalan dalam bidang penegakan hukum. Persoalan berkembang lebih ruwet karena melibatkan tiga lembaga hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri. Massa bahkan turun ke jalan.

Terutama soal kewenangannya di bidang hukum, ketiga lembaga itu otonom. Pemerintah bahkan Presiden tak bisa ikut campur begitu saja. Akan tetapi, bagaimanapun juga, Presiden memiliki kewibawaan, apalagi jika persoalannya menyangkut kepentingan publik. Tentu saja penggunaan dan pemanfaatannya diharapkan cermat dan bijak.

Munculnya persoalan yang melibatkan tiga lembaga hukum itu disertai ekses terganggunya konsentrasi pada bidang sosial-ekonomi, termasuk yang dituangkan dalam Program 100 Hari. Pengaruh negatif akan berkembang semakin buruk manakala berlangsung lama. Mau tidak mau, baik untuk kepentingan penegakan hukum yang adil maupun untuk kepentingan Program 100 Hari, pemerintah wajib turun tangan.

Bahwa Presiden segera membentuk Tim Delapan yang diketuai Adnan Buyung Nasution dengan para anggota yang kredibel, langkah itu menunjukkan kepekaan dan kearifan. Begitu tiba di Tanah Air dari pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Singapura, laporan hasil kerja Tim Delapan itu yang segera dicermati. Tanpa tentu saja mengabaikan masukan dari tiga lembaga hukum itu, yakni KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri.

Semua itu mendesak Presiden agar melakukannya juga dengan tempo yang berkejaran dengan waktu. Akan tetapi, pada waktu yang sama, juga diperlukan pertimbangan bijak. Pelonggaran waktu bisa menghilangkan momentum yang diperlukan. Lagi pula, masalah itu sempat dalam waktu cepat berkembang menjadi persoalan yang menyita perhatian bahkan aksi publik.

Sejauh kita bisa menangkap, publik percaya akan kebijakan Presiden serta gerak upaya yang cepat. Publik kita semua mempunyai kepentingan bersama, ialah jangan sampai momentum Program 100 Hari surut. Jangan sampai usaha menegakkan hukum yang bersih dan adil merosot mundur dan surut kredibilitasnya.

TAJUK RENCANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar