ABD A'LA
Sudah beberapa hari kita umat Islam menjalani puasa. Agar puasa kita benar-benar bermakna bagi kita, bagi sesama, bahkan bagi kehidupan, dan juga mudah-mudahan diterima menjadi ibadah oleh Sang Pencipta, Allah SWT, sebaiknya kita mencoba menyegarkan kembali inti dari ibadah puasa.
Inti puasa adalah melaksanakan, memaknai ibadah, dan melabuhkannya dalam kehidupan nyata dalam berbagai aspeknya; individual sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Pada sisi ini, manakala setiap Muslim yang berpuasa sudah tidak makan minum dan sejenisnya di siang hari, padahal tidak ada seorang pun yang tahu seandainya ia mencuri-curi makan atau minum, maka ia sejatinya telah bertekad bulat mengembangkan kejujuran dan ketulusan.
Upaya penguatan
Kejujuran akan menjadi bagian intrinsik dari karakter diri manakala ibadah-ibadah yang dilakukan dikembangkan sebagai media untuk berdialog dengan Allah. Karena itu, setiap Muslim yang berpuasa niscaya menghadirkan Allah di setiap ibadah yang dilakukan. Melalui kehadiran Allah dan disaksikan oleh Allah, ia melakukan muhasabatus nafs, refleksi diri, menelanjangi diri sendiri. Ia mutlak mengakui kekeliruan, kesalahan, kelemahan, dan kekurangan diri; dan pada saat yang sama berkomitmen untuk berusaha keras guna mengeliminasi kekurangan itu.
Pada sisi itu, ia tentu harus mengedepankan ketulusan. Tanpa ketulusan, semua yang akan dilakukan pasti berujung hanya kepada kepura-puraan, bahkan hipokrisi. Ketulusan menuntut kesungguhan dalam berbagai aspeknya, dari intensi, proses, hingga pelaksanaan. Ketulusan merupakan manifestasi dari komitmen total diri untuk melakukan yang terbaik. Ketulusan adalah sisi lain dari mata uang yang sama yang disebut prestasi.
Dengan berpijak pada kejujuran dan ketulusan itu, setiap Muslim yang berpuasa sejatinya sedang melakukan ikrar diri, siap menjadi khalifah Tuhan yang diberi amanah menjadikan kehidupan dunia sebagai bayang-bayang surgawi; kehidupan bermoral yang merepresentasikan kesejahteraan, keadilan, kedamaian, kesejukan, dan kelestarian lingkungan hidup yang dapat dinikmati seluruh umat manusia.
Melalui puasa hakiki semacam itu, setiap Muslim-apa pun jabatannya, dan apa pun pekerjaannya-dituntut untuk menjadikan prestasi sebagai orientasinya, serta kreativitas dan inovasi sebagai pola kinerjanya. Semua itu diabdikan semata-mata untuk Tuhan melalui amanah yang diembankan kepadanya, entah lembaga, perusahaan, keluarga, dan masyarakat
Bulan prestasi
Bulan puasa adalah bulan pengembangan prestasi. Umat Islam harus melakukan yang terbaik bukan hanya kepada Tuhan, melainkan juga kepada sesama, kehidupan dan lingkungan hidup. Di dalam keluarga, di kantor, di masyarakat luas, fenomena dan substansi semacam itu yang senyatanya harus tampak dan berlabuh kokoh.
Lebih dari itu, prestasi yang dicapai saat ini harus secara berkelanjutan dikembangkan dan diperkuat dari saat ke saat. Dengan demikian, ada komitmen dari setiap umat Islam untuk menjadikan ibadah ritual dan ibadah sosial pada bulan-bulan setelah bulan puasa ini harus lebih baik dari bulan-bulan sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Demikian pula, peningkatan prestasi pada puasa Ramadhan tahun depan dengan implikasi yang mengiringinya harus lebih baik dari tahun ini.
Namun, pertanyaan yang tersisa, apakah realitas keberpuasaan kita, umat Islam, sudah berada pada posisi itu? Jika belum, kita perlu khawatir jangan-jangan puasa kita berlabuh kepada kesia-siaan. Bahkan jika melalui puasa dan juga ibadah yang lain belum bisa mendorong kita untuk terus-menerus melakukan kebaikan dan perbaikan diri, jangan-jangan kita beragama sekadar sebagai tameng, penutup diri, dari kebejatan kita. Kita beragama bukan untuk menjadikan kita dewasa, dan bermoral luhur, tetapi sekadar untuk mendukung kepentingan sempit dan pragmatis kita.
Melihat fenomena yang berkembang saat ini, tampaknya keberpuasaan kita secara umum masih belum mencapai makna hakiki puasa. Tentu tidak ada kata terlambat mulai; dan sekarang saatnya untuk mulai, bukan besok atau lusa, apalagi tahun depan.
Abd A'la; Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar