27/02/14

Nasib Presiden

Acep Iwan Saidi

Esai ini ditulis setelah saya membaca buku Selalu Ada Pilihan karya Susilo Bambang Yudhoyono. Buku setebal 807 halaman itu sebenarnya tidak diperuntukkan bagi pembaca seperti saya. Periksalah, judul kecilnya berbunyi: ”Untuk Pencinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang”.

Tentu saya bukan calon presiden mendatang. Saya juga bukan pencinta demokrasi, setidaknya demokrasi yang dirayakan di negeri ini. Sejauh yang teramati, demokrasi yang kita praktikkan kiranya masih bolong di sana-sini. Ia bahkan memberi ruang bagi penistaan bahasa: atas nama demokrasi apa pun seolah bisa dibahasakan.

26/02/14

Kontroversi Kemendikti-Ristek

Azyumardi Azra

GAGASAN Forum Rektor Indonesia tentang pembentukan kementerian khusus yang menangani pendidikan tinggi dan riset mendapat cukup banyak tanggapan. Salah satunya datang dari Profesor Daoed Joesoef (Kompas 18/2/2014).

Entah di mana terjadi miskomunikasi, wacana tentang kementerian ini disebut, yang   menempatkan pendidikan tinggi di bawah Kementerian Riset dan Teknologi.

18/02/14

Misi Perguruan Tinggi Kita

Daoed Joesoef

Rekomendasi Forum Rektor Indonesia agar perguruan tinggi ditempatkan dalam yurisdiksi Kementerian Riset dan Teknologi sungguh mengejutkan.

Mengejutkan karena ide ini datang dari forum rektor, pimpinan universitas dan institut, bukan dari forum dosen yang adalah pengajar di situ. Namun, hal ini melegakan karena akhirnya ketahuan mengapa pendidikan tinggi di perguruan tinggi (PT) kacau selama ini. Ternyata PT dikelola menurut kesalahpahaman tentang misi pendidikan keilmuan dari PT.

06/02/14

Sterilisasi Kebangsaan

Mochtar Pabottingi

SULIT untuk tidak menyatakan bahwa indoktrinasi atau ketetapan perundangan kontroversial (UU Nomor 2 Tahun 2011 Pasal 34 Ayat 3b.a.) yang disebut ”empat pilar kebangsaan” itu ditandai oleh serentetan ketakarifan.

Kita dapat menyebut ketakarifan historis, ketakarifan filosofi, dan ketakarifan politik. ”Empat pilar kebangsaan” sama sekali bukan ”persoalan semantik”, melainkan persoalan kepandiran yang tak bisa dibiarkan. Semua itu sangat berpotensi bermuara justru pada sterilisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sehingga membuat semuanya tak berguna atau tak akan terwujud menurut fungsi dan tujuan-nya masing-masing. Itulah sebabnya indoktrinasi itu harus dihentikan dan ketetapan perundangannya harus dicabut.

05/02/14

Membaca Pikiran Megawati

Ikrar Nusa Bhakti

”Megawati adalah lembar tak terbuka diiringi diam dan hemat kata. Semakin keputusan dinanti, semakin akhir kata terang biasanya didapati. Orang-orang belajar dari sikapnya, lebih banyak dari perkataan dan retorikanya. Cukup lama dia geming membatu, menyindir kekuasaan yang penuh ragu. Visinya tak selalu mudah dimengerti, gagasannya lebur di dalam aksi partai. Megawati hidup di era kesaksian, bukan pengumbar jurus pencitraan. Di kala partai ramai-ramai berkoalisi, Megawati sedikit dari yang tak terbeli. Kini keputusan Megawati dinanti, apakah akan maju kembali atau mengucap permisi.”

Untaian kata yang amat indah itu diutarakan Najwa Shihab di akhir bincang-bincangnya dengan Megawati Soekarnoputri pada acara Mata Najwa di Metro TV, Rabu, 22 Januari 2014. Kata-kata puitis itu sungguh menggambarkan bagaimana sosok Megawati Soekarnoputri.

Banjir Bukan Bencana

Budi Widianarko

Harian Kompas (23/1/2014) menilai pemerintah gagap menghadapi bencana, khususnya banjir. Banjir yang selalu melanda sebagian wilayah negeri ini setiap musim hujan rupanya selalu ditanggapi dengan semangat rutin.

Saban banjir datang, mengalirlah litani panjang tentang apa dan siapa penyebabnya, dilanjut- kan dengan desakan pentingnya koordinasi antarwilayah. Untuk banjir Jakarta, entah sudah berapa kali alur kisah yang serupa disuguhkan dari tahun ke tahun.

Menembak Mati Teroris

Franz Magnis-Suseno

Di tahun-tahun pertama sesudah keambrukan rezim Orde Baru, sikap aparat terhadap terorisme melempem. Pengusutan bom Istiqlal pada 1999 dihentikan begitu saja meski para pelaku di lapangan lekas tertangkap.

Para perencana dan pelaksana bom-bom di malam Natal 2000 (di sekitar 30 tempat bom-bom meledak di malam Natal itu, 17 orang mati dan lebih dari 100 orang luka-luka) tidak diusut sungguh-sungguh. Bahwa dua-tiga dari puluhan pengeboman itu akhirnya terbongkar hanya merupakan buah sampingan kebetulan dari pengusutan bom-bom di Bali di kemudian hari. Syukurlah zaman jahiliah impunity sekarang sudah berlalu, sekurang-kurangnya dalam hal terorisme.

Memo kepada PM Jepang Shinzo Abe

Rene L Pattiradjawane

Dari: Sahabat negara Anda

Yang Mulia Perdana Menteri Abe, kami di Jakarta ingin memberikan selamat kepada ”Abenomics” yang mulai menunjukkan tanda kehidupan kembali sesuai janji Anda Desember 2012 setelah terpilih kembali menjadi perdana menteri. Deflasi di Jepang selama dua dekade berhenti dan pertumbuhan pun memanas mencari akselerasi momentumnya.

Kebijakan ”Abenomics” melalui penguasaan Partai Demokrat Liberal (LDP) di dua kamar parlemen memastikan kebijakan Anda bergerak seperti yang diinginkan mencapai target pertumbuhan 1,8 persen tahun ini. Program memudahkan moneter secara kuantitatif dan kualitatif bank sentral Jepang menyebabkan inflasi sesuai jalur yang diharapkan.

Transisi Demokrasi Tunisia

Zuhairi Misrawi

Dewan Konstituante Tunisia berhasil menuntaskan konstitusi baru pascarevolusi setelah melalui proses panjang dan menegangkan. Dari 216 anggota Dewan Konstituante, 200 orang setuju, 4 orang abstain, dan 12 orang menolak konstitusi baru.

Sekjen PBB Ban Ki-moon memuji setinggi langit konsensus yang telah dicapai Dewan Konstituante sebagai salah satu tahap penting dalam transisi demokrasi. PBB mendukung langkah Tunisia membangun demokrasi.

04/02/14

Perang di Suriah Pasca-Geneva 2

Darmansyah Djumala

PERANG saudara di Suriah yang telah berlangsung hampir tiga tahun kian mengenaskan. Lebih dari 130.000 nyawa melayang sia-sia dan mengempaskan lebih dari 2 juta wanita dan anak-anak ke tenda-tenda pengungsi.

Di tengah kecamuk perang dan nestapa itu, untunglah ada sepotong harapan dan usaha menghentikan perang.  Difasilitasi Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, untuk kali pertama Pemerintah Suriah dan oposisi berunding menyelesaikan konflik.

Siaga Satu, Banjir Janji Politik!

J Kristiadi

BANJIR bandang yang melanda beberapa wilayah Indonesia mulai surut. Musibah tersebut menyisakan derita dan nestapa bagi yang terkena serta memberikan pekerjaan rumah bagi penyelenggara negara agar mereka lebih serius menanggulangi petaka tersebut.

Namun, surutnya air belum akan segera membebaskan masyarakat dari ancaman banjir. Bencana yang mengintip publik dan tidak kalah dahsyatnya adalah banjir janji politik siklus lima tahunan. Lonceng bahaya tersebut akan bergema saat dimulainya pelaksanaan kampanye pemilihan umum legislatif (pileg) melalui rapat umum serta iklan media massa cetak dan elektronik yang akan dimulai 16 Maret sampai 5 April 2014.

Waktu dan Masalah Kedaulatan

Ahmad Syafii Maarif

MENGAPA kemunculan seorang Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya) atau seorang Joko Widodo (mantan Wali Kota Solo, sekarang Gubernur DKI Jakarta) demikian fenomenal dan memikat perhatian publik secara luas?

Jawabannya sederhana tanpa memerlukan banyak teori: karena keduanya dinilai memberikan contoh sebagai pemimpin yang prorakyat dan menjalankan tugas dengan bahasa hati. Setidak-tidaknya demikianlah kesan publik terhadap keduanya sampai hari ini.

Keberanian Berdemokrasi

Ignas Kleden

SETELAH demokrasi direbut kembali di Indonesia melalui Reformasi 1998, penerapannya kemudian ternyata meminta banyak kesabaran dan menuntut lebih banyak keberanian.

Kesabaran harus ada karena penerapan demokrasi memerlukan waktu yang relatif panjang. Tak ada titik final saat kita dapat berkata: demokrasi sudah mantap serta mencapai bentuk dan isi yang diidamkan. Keberanian amat dibutuhkan karena penerapan demokrasi berhadapan dengan banyak halangan, yang dapat menimbulkan keraguan apakah demokrasi adalah sistem politik yang tepat.

Demokrasi Simbolik

Syarif Hidayat

KIRANYA cukup relevan menggunakan terminologi ”demokrasi simbolik” dalam menjelaskan  realitas bias demokrasi yang terjadi di Tanah Air saat ini.

Hal itu ditandai adanya perluasan arena dan penguatan institusi demokrasi, tetapi minus kapasitas demokrasi. Akibatnya, tidak mengherankan jika kemudian demokrasi telah lebih banyak diekspresikan dalam bentuk tindak kekerasan dan praktik politik transaksionis.

Kontroversi Akuisisi PGN

Irene Handika

POLEMIK akuisisi Perusahaan Gas Negara oleh Pertamina menjadi babak baru sebagai kelanjutan dari perdebatan open access dan unbundling yang sengit disuarakan tahun lalu. Muncul opsi reaktif agar seluruh pemangku kepentingan di bidang usaha gas melalui pipa menyepakati dua skema besar itu. Namun, ada dua permasalahan dasar dalam polemik ini, apakah kedua skema yang didalilkan itu secara konstitusional sudah benar?

Betulkah mengawinkan dua badan usaha negara untuk melaksanakan skema di atas dapat memperkuat hak negara menguasai sumber daya gas sekaligus memakmurkan rakyat?

03/02/14

“Tapering Off” Menyusahkan Kita

A Tony Prasetiantono

BANK sentral Amerika Serikat, The Fed, akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pengurangan stimulus moneter (tapering off). Jika semula quantitative easing diturunkan dari 85 miliar dollar AS menjadi 75 miliar dollar AS per bulan, kini dosisnya diturunkan menjadi 65 miliar dollar AS per bulan. Hal ini diputuskan dalam rapat terakhir Ben S Bernanke sebagai Gubernur Bank Sentral AS, 28 Januari, sebelum dirinya diganti Janet Yellen per 1 Februari 2014.

Sebenarnya, penurunan stimulus moneter ini bisa diinterpretasikan positif. Stimulus dikurangi karena ada tanda-tanda perekonomian AS membaik. Sejak Mei 2013, tercipta rata-rata 125.000 hingga 140.000 pekerjaan baru (new employment) sehingga tingkat pengangguran AS terpangkas dari puncak terburuk 10 persen (2010) menjadi 6,7 persen pada Januari 2014. Karena data inilah Ben S Bernanke mewacanakan pengurangan stimulus sejak Mei 2013.

Tugas Sejarah Presiden Baru

Suwidi Tono

DALAM kemiskinan rasa hayat sejarah dan peradaban, kita menjumpai missing link, keterlepasan hubungan dengan masa silam gilang-gemilang. Akibatnya, kita tertatih-tatih menetapkan ”titik berangkat” dan merenda masa depan bersama.

Kita menerima dengan takzim disebut bangsa muda, hanya karena ketika Inggris bikin maklumat Magna Charta (1215) yang membatasi monarki, sementara Kerajaan Singasari baru hendak berdiri. Saat Eropa dilanda renaisans, kita masih mendekap mistis dan takhayul.

Manusia dan Sistem Sama Penting

Sayidiman Suryohadiprojo

KITA telah memasuki tahun 2014 yang bakal penuh tantangan, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

Pada tingkat nasional akan ada pemilu legislatif dan presiden- wakil presiden yang akan berpengaruh besar bagi Indonesia ke depan. Pada tingkat internasional, dinamika politik dan ekonomi di seluruh dunia berdampak tidak sederhana bagi bangsa Indonesia.

Masalah Abadi Demokrasi Kita

M Alfan Alfian

KEPUTUSAN Mahkamah Konstitusi bahwa pemilu serentak dapat dilaksanakan pada 2019 disambut beragam. Satu pihak menyebut keputusan itu bijak karena tidak dilakukan sekarang. Tetapi, pihak lain menganggapnya sebagai inkonstitusional.
Terlepas dari polemik demikian, fenomena ini menunjukkan memang selama ini masih ada masalah krusial. Tidak saja soal mekanisme pemilu, juga demokrasi politik kita secara luas.

Sejak Reformasi 1998, aturan main atau mekanisme demokrasi politik kita berganti-ganti. Sangat kentara bahwa para politisilah yang berkontribusi nyata dalam hal sedemikian. Sistem kepartaian kita memang multipartai, tetapi mekanisme berpartai pun berubah-ubah, dan tidak dalam semangat memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

02/02/14

BPI: Babak Baru Ekosistem Perfilman Indonesia

Marselli Sumarno

Setelah melalui proses selama bertahun-tahun, Badan Perfilman Indonesia akhirnya resmi terbentuk lewat suatu musyawarah besar di Jakarta, pekan silam. Dari musyawarah besar itu, muncul wajah-wajah baru, sembilan koordinator BPI. Kesembilan orang terpilih itu adalah Embi C Noor (KFN), Gatot Brajamusti (Parfi), Nazir (APROFI), Kemala Atmojo (IKAFI), Robby Ertanto (PILAR), Anggi Frisca (SI/IC), Rully Sofyan (ASIREVI), Gerzon R Ayawaila (KOMUNIKATIF), dan Alex Komang (RAI) yang didaulat menjadi Ketua Koordinator BPI.

Yang menarik, BPI menjadi tonggak sejarah yang menandakan babak baru perfilman nasional Indonesia karena, pada masa silam, baik Badan Film Nasional (BFN) maupun Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) dirasakan terlampau birokratis. Padahal, masyarakat perfilman justru sangat membutuhkan ruang gerak untuk dapat maju dan berkembang. Belajar dari pengalaman, BPI sejak pembentukannya berusaha menerapkan semangat reformasi yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Kesembilan pengurusnya dipilih oleh 40-an organisasi dan asosiasi perfilman. Aspirasi masyarakat perfilman berusaha mendudukkan pemerintah bukan hanya sebagai fasilitator, melainkan juga sebagai mitra strategis dan tunduk kepada undang-undang.

01/02/14

“3 Ton Emas”

Budiarto Shambazy

SUNGGUH mencengangkan tiba-tiba muncul inisiatif, entah dari siapa, agar APBN membiayai honor saksi partai politik saat pencoblosan di tempat pemungutan suara pada Pemilu 2014. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, yakni Rp 700 miliar.

Jika dihitung ada 12 saksi di setiap tempat pemungutan suara (TPS) yang mewakili partai politik (parpol) peserta pemilu, yang dibayar Rp 100.000, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 660 miliar untuk saksi di sekitar setengah juta TPS. Lalu dengan enaknya disebutkan, jumlah anggaran itu ”dibulatkan” saja menjadi Rp 700 miliar.

Demi Kesetaraan dan Keyakinan

Sukidi

Pada 30 Januari 2014, Todung Mulya Lubis, selaku ketua dewan pengurus dan pendiri Yayasan Yap Thiam Hien, menganugerahkan penghargaan Yap Thiam Hien kepada Profesor M Dawam Rahardjo. Anugerah itu tak lepas dari konsistensi Dawam dalam memperjuangkan kesetaraan di Indonesia.

Di tengah bahaya diskriminasi, intoleransi, dan persekusi keyakinan, saya berargumen bahwa kesetaraan yang diperjuangkan oleh Dawam bukan sekadar meneladani spirit hidup Yap Thiam Hien. Apa yang diperjuangkan Dawam juga memberikan kontribusi signifikan terhadap tegaknya kebinekaan Indonesia.

Kantor Mereka Tutup

Indra Tranggono

SUDAH lama kantor iblis, di tingkat pusat dan daerah, tutup. Termasuk cabangnya di Indonesia. Para stafnya, setan-setan, menganggur dan hanya main Facebook.

Di singgasananya, sang iblis tampak murung, ditikam frustrasi. ”Apa artinya jadi iblis jika tidak mampu lagi menggoda manusia?” desisnya.

Bonus Demografi Berlanjut

Sri Moertiningsig Adioetomo

PROYEKSI penduduk Indonesia 2010-2035 yang diresmikan Presiden 29 Januari 2014 memperlihatkan bahwa bonus demografi berlanjut, jendela peluang melebar 2020-2035, dan angka ketergantungan 47 per 100 pekerja.

Hal yang meleset adalah momentum terbukanya jendela peluang (Kompas, 16 Januari 2014). Menjelaskannya tidak cukup hanya dari hasil regresi, tetapi juga harus mendalami perubahan perilaku melahirkan dan perubahan pola kematian. Mari kita memanusiakan angka.

Media dan Iklan Politik

Fajar Kurnianto

JADWAL kampanye pemilu belum masuk, tetapi iklan-iklan partai-partai politik sudah bermunculan di pelbagai media, terutama di televisi. Para pengiklan politik itu berdalih tidak ada ketentuan yang dilanggar karena tidak ada unsur-unsur kampanye di dalamnya.

Media memang memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat (Klapper, 1960). Media dianggap memiliki peran yang sangat penting dalam mentransmisi (relaying) dan menstimulasi permasalahan politik (Negrine, 1996).