25/10/13

“Destruktif Kreatif” demi Masa Depan

Ninok Leksono
”Masa depan itu tak tertulis, tetapi bagaimana kita membayangkannya bisa memengaruhi sikap dan perilaku kita saat ini, sebagaimana sejarah perorangan dan kolektif bisa menentukan siapa kita dan bagaimana kita bertindak...” (Richard Watson, dalam Pengantar The Future-50 Ideas You Really Need to Know, Quercus, 2012)

SATU dari 50 ide dalam buku ini adalah ”Demokrasi Digital”, yang menyebut tentang ”pemerintahan rakyat oleh rakyat”. Digitalisasi meniscayakan pemerintah perlu mendengarkan warga lebih seksama lagi di masa depan karena akan ada lebih banyak lagi pemilih yang bisa menyampaikan aspirasi politik tanpa harus menjadi anggota partai.

Futuris Alvin Toffler menambahkan, ”Teknologi politik zaman industri bukan lagi teknologi yang pas untuk peradaban baru yang kini sedang terbentuk di sekeliling kita. Politik kita sudah ketinggalan zaman.”

24/10/13

Darurat Negeri

Radhar Panca Dahana

BARANGKALI kita merasa wajar, bahkan bisa memiliki perasaan yang sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat tokoh nomor satu di Republik ini menyatakan penyesalan yang sangat dalam pada peristiwa tertangkap basahnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, beberapa hari lalu.

Tentu saja ini kisah yang tragis. Sangat tragis mengingat kejadian serupa sangat langka dalam sejarah bangsa-bangsa mana pun di dunia. Seorang yang memiliki kuasa begitu tingginya, nomor 9 (setelah Presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya), ternyata mengalami semacam— jika tidak gangguan—kerapuhan mental atau jiwa seperti itu. Apa yang terjadi dengan mereka yang selama ini bergaul dengannya berpuluh tahun sehingga tak bisa menduganya. Butakah mata fisik dan batinnya? Apa yang terjadi pada sistem perekrutan pejabat-pejabat publik kita? Apa yang terjadi pada lembaga-lembaga yang diagungkan sebagai institusi suci demokrasi kita?

23/10/13

Semiotika Bunda Putri

Acep Iwan Saidi

BUNDA Putri adalah nama pleonastis. Bunda dan Putri merupakan dua deiksis yang menunjuk pada persona sama: perempuan.

Sebagai panggilan pleonastis, kata ini mengirim pesan semiotik. Terdapat sebuah kemewahan di sana, sesuatu yang dilebih-lebihkan. Sapaan dekoratif sedemikian mengindikasikan sebuah relasi hierarkis kepentingan. Yang menyapa dimungkinkan menjadikan sapaan ”Bunda Putri” sebagai pesan itu sendiri, yakni pesan bahwa sebenarnya si pengirim pesan (sender) sekaligus ingin menjadi penerima (receiver). Jadi, yang menyapa adalah pengirim dan penerima sekaligus. Inilah model komunikasi feodalistik: aku memuja karena itu aku ”mendapat”. Hanya yang menyapa Bunda Putri yang akan meraih kesempatan. Apa pun kesempatan tersebut pastilah berujung pada sesuatu yang menguntungkan, tetapi dapat diraih dengan gampang.

12/10/13

Masyarakat Madani

Azyumardi Azra

BERBAGAI peristiwa di Dunia Arab dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan kian tidak menentunya masa depan demokrasi di kawasan ini. Sejak Presiden Muhammad Murs—dari al-Ikhwan al-Muslimun—yang terpilih melalui pemilu demokratis pertama di Mesir digulingkan militer, transisi damai untuk konsolidasi demokrasi kian menjauh.

Sebaliknya, dari ke hari publik internasional melihat peningkatan zero-sum- game di antara pemerintah Presiden (interim) Adly Mansour yang didukung militer, institusi al-Azhar dan kelompok liberal secara bersama melawan IM.

07/10/13

Mewariskan Utang

Ivan A Hadar

Pengurangan utang secara signifikan adalah sebuah kebutuhan riil, tak hanya bagi negara kurang berkembang, tetapi juga bagi negara berkembang berpenghasilan menengah.”

Pernyataan Presiden SBY di atas disampaikan dalam pertemuan Financing for Development di New York (September 2005), satu tahun masa awal pemerintahannya. Dalam periode pertama kepemimpinannya, pemerintahan SBY juga berjanji konsisten menerapkan kebijakan hanya akan membuat utang baru bila diperlukan, dengan jangka waktu panjang dan dengan bunga utang lunak, serta terus menurunkan porsi kredit ekspor.

Pentingnya Sastra di Sebuah Bangsa

Dorothea Rosa Herliany 

Frankfurt Book Fair merupakan pameran buku terbesar di dunia, juga salah satu event budaya paling penting di Eropa. Diselenggarakan sekali setahun, pada bulan Oktober (9-13 Oktober). Pameran ini menjadi perhatian ribuan media dan publik di negara-negara berbahasa Jerman, juga di seluruh Eropa, bahkan dunia internasional.

Ribuan penerbit dan perusahaan media dari seluruh dunia menghadirinya. Jumlah pengunjung sampai ratusan ribu. Pameran buku paling bersejarah (mulai menjadi tradisi sejak 500 tahun lalu ketika Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg, penemu mesin cetak, menjual bukunya yang pertama Gutenberg Bible di Pameran Buku Frankfurt tahun 1456) itu merupakan tempat bertemunya ribuan agen, pustakawan, penerjemah, penerbit, pencetak, wartawan, budayawan, seniman, sarjana, dan tentu saja sastrawan dari seluruh dunia. Sastra akan menjadi fokus utama pameran buku ini.

Jabatan Geopolitik ala Perang Dingin

Rene L Pattiradjawane

Apakah kita perlu paradigma baru dalam dunia yang terkotak-kotak dalam regionalisme dan multilateralisme? Di tengah kemelut resesi dunia yang berkepanjangan serta persoalan perseteruan kebijakan politik domestik AS, ada kecenderungan baru, yakni mendorong liberalisasi perdagangan dan investasi yang secara ”siluman” dicampur kepentingan geopolitik negara besar.

Tidak mengherankan pelaksanaan KTT APEC di Bali menekankan pentingnya ketahanan anggota Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik, agar pertumbuhan wilayah ini tetap menjadi motor pertumbuhan dunia. Bagi Indonesia, kebangkitan China dan pergeseran kebijakan poros AS ke kawasan Asia akan menghadirkan situasi geopolitik baru.

Kita khawatir bahwa Deklarasi Bogor yang dicapai dalam KTT APEC 1994 bagi pelaksanaan liberalisasi penuh didukung semua pihak menjadi tersendat karena perubahan globalisasi yang makin deras dengan ayunan pendulum yang terus bergerak secara dinamis dan drastis dari satu kawasan ke kawasan lain.
Kawasan Asia-Pasifik menjadi paling dinamis dengan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan mencengangkan banyak pihak, termasuk adidaya AS yang rontok karena krisis keuangan 2008 dan kesulitan merevitalisasi kekuatan militernya pasca-Irak dan Afganistan.

Jangan Terjebak Impian Global

Jean Couteau  

APEC sekarang dan World Cultural Forum dalam satu setengah bulan nanti. Indonesia dengan bangga menjadi tempat di mana globalisasi didiskusikan, dari sudut ekonomi di dalam hal pertama dan kultural di dalam hal kedua.

Menarik. Memang tak akan habis-habis dibicarakan sebagai fenomena: apakah globalisasi merupakan sarana kemakmuran yang sebenarnya atau sebaliknya akal baru dari kapital internasional untuk menggaruk untung tanpa kendala, melihat betapa murahnya tenaga kerja di emerging economies yang dirangkulnya.

Ya, jangan-jangan exploitation de l’homme par l’homme (eksploitasi dari manusia oleh manusia) yang dulu kala kerap disisipkan oleh Soekarno dalam pidatonya kini menjadi syarat mutlak dari kemakmuran. Namun, suka tidak suka, itulah disiratkan para ekonom ketika berbicara tentang ”bonus demografis” yang konon dinikmati bangsa ini: oleh karena manusianya berlimpah dan akan tetap berlimpah, katanya, tenaga kerja Indonesia akan tetap murah. Wah! Ada gula, ada semut!

06/10/13

Puisi dan Korupsi

Putu Setia

Dalam penalaran dualistik biner, di dunia ini hanya ada (orang) yang korupsi dan tidak korupsi. Pada kenyataannya, ada banyak yang tercecer di antara korupsi dan tidak korupsi, −bahkan terpanggil untuk memberantas korupsi. Si penegak hukum yang tidak korupsi tapi kemaruk menerima hasil korupsi, misalnya, bisa aktif mengatur dakwaan agar terperoleh vonis hukuman ringan atau penataan fasilitas penjara agar si koruptor nyaman.

Atau tak korupsi tapi menerima recehan dari si yang korupsi supaya diam tutup mulut. Celakanya, reka suap tutup mulut itu jadi kolusi resmi, yang membuat besaran dikorupsi Rp 1 miliar hanya dinikmati utuh Rp 600 juta, sekaligus setelah mengantongi Rp 600 juta si bersangkutan menerima Rp 25 juta-Rp 50 juta dari teman kerja yang berkorupsi pada pos lain.

Kini “Judica-thieves” Juga

Budiarto Shambazy

Penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena menerima sogok miliaran rupiah menimbulkan krisis konstitusional yang mungkin belum ada presedennya di mana pun. Ini krisis yang menimbulkan demoralisasi sekaligus merusak konstitusionalitas dan politik kita.

MK satu-satunya lembaga yang khusus dibentuk guna menyempurnakan dan mengawal proses amandemen UUD 1945 selama 11 tahun terakhir. Karena itu, ada pemeo yang berlaku universal, MK adalah ”wakil Tuhan di dunia”.

Apa lacur, MK kita kini berada di titik nadir setelah terungkapnya korupsi Akil Mochtar yang mind-boggling, dramatis, sensasional, dan justru memunculkan lebih banyak pertanyaan. Pertanyaan paling pokok adalah apakah solusi yang sedang dicari sesuai dengan aspirasi rakyat?

Tantangan TNI Masa Depan

Agus Harimurti Yudhoyono

Peringatan HUT TNI tahun ini sedikit berbeda. Kini, landasan udara Halim Perdanakusuma, tempat parade dan defile pasukan TNI, disemarakkan empat unit tank tempur utama (MBT) jenis Leopard. Hal ini jadi daya tarik sendiri, tidak hanya bagi undangan sipil, tetapi juga mereka yang berseragam.

Masih hangat ingatan kita, dua tahun terakhir ini berkembang polemik tentang konsep modernisasi untuk memenuhi postur kekuatan TNI yang ideal, termasuk pro kontra pembelian Leopard. Sejumlah politisi dan pengamat pertahanan mempertanyakan urgensi pembelian tank berat kelas 60 ton itu. Kontur medan, termasuk kondisi infrastruktur jalan dan jembatan di Indonesia, dianggap tidak cocok bagi manuver MBT.

TNI dan Politik Negara

Sjafrie Sjamsoeddin  

Saat acara berbuka puasa dengan pimpinan media massa di Istana Negara, Juli lalu, Presiden Yudhoyono menyampaikan lima hal yang akan menjadi tantangan bangsa dalam menapaki perjalanan ke depan.

Lima masalah itu adalah pertama, pilihan tentang sistem ketatanegaraan yang akan kita jalankan. Kedua, hubungan antara demokrasi, stabilitas, dan pembangunan. Ketiga, hubungan antara negara, pemerintah, dan masyarakat. Keempat, peta jalan menjadi negara maju. Kelima, pembagian tanggung jawab di antara seluruh anak bangsa.

TNI yang Kuat

J Suryo Prabowo 

Tema Hari TNI tahun ini menunjukkan, TNI berkomitmen untuk bisa menjadi profesional, militan, dan solid serta dekat dengan rakyat. Tanpa itu semua, mustahil TNI akan kuat.

Bila kata profesional adalah ”...terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya....”, pemilihan tema ini tentu bukan retorika. Lihat saja, TNI tidak lagi berbisnis. Mereka telah mendapatkan jaminan kesejahteraan remunerasi dan sejak tahun 2010 setiap tahun telah dialokasikan rusunawa bagi prajurit TNI. Pada tahun 2013, TNI mendapatkan alokasi rusunawa sebanyak 57 tower (masing-masing terdiri atas 70 unit rumah tipe 36) senilai Rp 1 triliun.

TNI pun juga tetap teguh tidak berpolitik praktis, dan tentang hal ini Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko secara lugas mengimbau agar semua elemen tidak menarik TNI ke ladang politik praktis. Begitu pula dengan peningkatan penyelenggaraan pendidikan, latihan dan modernisasi alutsista TNI. Sejak diterbitkannya Perpres No 41/2010, pemerintah telah menyediakan anggaran (2010-1014) sebesar Rp 156 triliun untuk modernisasi alutsista.

TNI Tetap Tentara Pejuang

Budiman 

Hari ini, 5 Oktober, adalah Hari Tentara Nasional Indonesia. Jenderal Besar Soedirman pernah mengatakan bahwa hubungan antara tentara dan rakyat ibarat ikan dengan air. Itu adalah diktum. Tanpa rakyat, TNI tidak eksis. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi TNI untuk selalu menyayangi dan berada di pihak rakyat.

Dalam konstruksi seperti itu, kewajiban untuk berbuat segalanya bagi rakyat hanya akan mewujud apabila TNI menjadi profesional. Maknanya, semua prajurit TNI—meminjam karakteristik Huntington (1957)—harus mumpuni (berkeahlian), bertanggung jawab, dan bersemangat kesatuan. Dalam konteks ini, saya berpendapat kedisiplinan perlu ditambahkan sebagai bagian integral dari karakteristik TNI profesional.

05/10/13

Memberdayakan Manajemen

Bob Widyahartono  

BANYAK sumber daya manusia, terutama eselon menengah, yang menjadi mapan dan enggan belajar. Mereka tersebar di organisasi bisnis, perbankan, dan instansi pemerintah, yang tidak punya semangat untuk lebih bermutu dan menumbuhkan ”jiwa kewirausahaan”. Alasan-alasannya biasanya klasik, seperti kurang waktu, balas jasa yang tidak memadai untuk berkarya lebih profesional, dan beretika dalam melayani.

Sebaliknya, banyak manajemen puncak kita justru terbawa kebiasaan manajemen Barat yang menuntut ke bawah untuk berinovasi sehingga menganggap manajer tingkat menengah langka berinovasi, dalam arti terbelakang dalam operasi manajerial, stagnan dalam kegiatan sehari-hari, dan tidak mau mengubah diri.
Maka, kini saatnya berinisiatif menjadi pemimpin yang efektif dan menggerakkan perubahan.

Namun, sebelum menjadikan diri ”pemimpin efektif”, seseorang harus melihat realitas dengan menggugat diri. Baru setelah itu membangun kesadaran bersama dalam organisasi agar jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) berpeluang tumbuh.

Perdamaian, Stabilitas, dan Pembangunan

Sergey Lavrov 

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan pergeseran geopolitik mendalam yang secara fundamental mengubah lanskap global. Menghadapi berbagai proses transformasi global ini, peranan kawasan Asia Pasifik muncul sebagai faktor signifikan yang sangat menentukan saat ini, dan sangat mungkin menentukan arus utama perkembangan internasional dalam waktu tak lama lagi.

Kawasan ini akan menjadi pemain berpengaruh dari arsitektur tata dunia polisentris yang sedang terbentuk.
Di tengah gejolak ekonomi dan keuangan dunia yang sedang terjadi, negara-negara Asia Pasifik akan terus menunjukkan energi pertumbuhan dan tetap menjadi lokomotif kemajuan global, meski laju pertumbuhan tinggi di negara-negara itu sedikit melambat akhir-akhir ini.

APEC 2013 dan Prioritas Indonesia

Dinna Wisnu

Satu lagi perhelatan akbar diadakan di Pulau Dewata: APEC. Pertemuan wakil- wakil negara dan pebisnis besar dari 21 negara di Asia Pasifik ini mengangkat tema ”Resilient Asia-Pacific, Engine for Growth”.

Acara ini digadang-gadang karena kawasan ini adalah konsentrasi pusat pertumbuhan ekonomi dunia, salah satu kawasan yang anggotanya masih tumbuh di tengah resesi global, dan arena lebih dari 55 persen kegiatan ekonomi terjadi di kawasan ini.

Namun, sebenarnya tidak ada yang berubah dari APEC. Inilah forum sukarela bagi negara-negara kawasan yang ingin dapat kemudahan masuk ke pasar negara lain, memarkir uang dengan harapan jaminan keuntungan sebesar-besarnya. Juga kesempatan bagi pakar dan praktisi mereka membuka ladang pekerjaan di negara-negara yang daya belinya bertumbuh. Wajar bahwa jargon growth alias pertumbuhan diulang-ulang dalam forum ini. Sebab, tanpa kerelaan negara-negara anggota membuka segala kemudahan itu, indikator pertumbuhan ekonomi mereka sulit tumbuh karena pasar domestiknya terbatas atau sedang lesu.

Prajurit Sapta Marga

Kiki Syahnakri

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dengan demikian, TNI tidak sekadar bertanggung jawab terhadap musuh atau ancaman militer dari luar yang akan mengganggu keutuhan wilayah, melanggar kedaulatan, atau mencuri kekayaan alam. TNI bertanggung jawab pula terhadap tegaknya Pancasila dan UUD 1945 (yang dijiwai oleh pembukaannya), serta keselamatan bangsa.

Tugas pokok TNI itu didasarkan pada amanah alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, serta Sapta Marga dan jati diri TNI sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, tentara nasional, dan tentara profesional. Inilah sikap kejuangan TNI yang menegaskan posisinya sebagai alat negara, ”bukan alat pemerintah atau golongan”.

Bahkan, ketika seorang prajurit TNI pensiun, jiwa Sapta Marga tak pernah ditanggalkan, tetap melekat sesuai jati dirinya sebagai prajurit pejuang. Tugas sebagai bayangkari bangsa-negara baru berakhir ketika salvomengiringi kepergian untuk selama-lamanya.

04/10/13

Sang Peruntuh Konstitusi

Reza Syawawi 

MAHKAMAH Konstitusi sedang dinakhodai oleh sekumpulan politisi yang ditahbiskan Presiden melalui corong eksekutif dan DPR menjadi hakim konstitusi. Kali ini, giliran Presiden memilih dan menetapkan Dr Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi menggantikan Achmad Sodiki.

Pemilihan ini mengundang kontroversi karena rekam jejak (track record) Patrialis dari sisi pemberantasan korupsi memprihatinkan.

Semasa menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang bersangkutan banyak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor dan membangun sel khusus bagi koruptor, termasuk skandal sel mewah Artalyta Suryani di Rutan Pondok Bambu (Kompas, 31/7).

Penilaian buruk atas kredibilitas dan integritas yang bersangkutan sebetulnya tidak hanya dari kalangan masyarakat, tetapi juga ditunjukkan oleh Presiden yang melepaskannya dari jajaran Kabinet Indonesia Bersatu jilid kedua.

Pencopotan ini tentu merupakan hasil evaluasi kinerja di jajaran kabinet. Maka, menjadi sangat mengherankan jika kemudian yang bersangkutan dipilih kembali untuk menduduki jabatan sebagai hakim konstitusi.

Pendidikan bagi Semua

Boediono

Saya punya sebuah impian. Saya yakin, ini juga impian kita semua: suatu saat nanti, setiap anak Indonesia di pelosok mana pun mereka tinggal, apa pun latar belakang sosial-ekonominya dapat dengan mudah dan murah memperoleh pendidikan bermutu sehingga ia dapat mewujudkan secara maksimal potensinya sebagai warga bangsa dan sebagai warga umat manusia.

Kita mendambakan suatu sistem pendidikan nasional yang mampu mendukung impian itu. Yang kita dambakan adalah sebuah ”sistem pencerdasan bangsa” yang membuka kesempatan bagi setiap warga negara setiap saat sepanjang hidupnya untuk meng-upgrade dirinya, untuk mengaktualisasikan potensi dan bakatnya. Kita mendambakan sebuah sistem lifelong education yang dapat memaksimalkan kontribusi kumulatif setiap warga negara sepanjang masa hidupnya. Bayangkan betapa majunya bangsa ini jika setiap warga negaranya dapat mewujudkan potensi maksimalnya seperti itu.

Ujian Nasional yang Permisif

Acep Iwan Saidi 

Ketika Kemdikbud menggembar-gemborkan Kurikulum 2013 dan ujian nasional sebagai ihwal akademik, bukan politik, saya menyambutnya dengan sukacita.

Benar bahwa tidak ada satu soal pun dalam konteks tata kelola negara-bangsa dapat dilepaskan dari politik mengingat politik sesungguhnya merupakan perkara pengurusan negara-bangsa. Hanya, dalam situasi politik yang kotor seperti saat ini, baguslah kalau semua hal, termasuk pendidikan, ditanggalkan dari politik. Itu sebabnya suara Kemdikbud yang ”apolitik” menjadi kabar baik.

Namun, rupanya Kemdikbud memiliki persepsi lain tentang politik. Baginya, politik merupakan setiap hal yang mengancam kuasanya. Politik adalah gerakan yang bersikap kritis terhadap proyek pendidikan yang diproduseri Kemdikbud, dalam hal ini, terutama Kurikulum 2013 dan UN.

Hal itu dapat disimpulkan dari langkah Kemdikbud yang inkonsisten, yakni dengan menggandeng parpol dan tokoh politik untuk melegitimasi programnya.

Ujian Nasional Konvensional

Mohammad Abduhzen 

Pada 26-27 September lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar konvensi nasional untuk membicarakan ujian nasional. Kegiatan ini jadi menarik karena, pertama, beberapa hari sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan mengumumkan hasil investigasinya tentang korupsi dana UN yang berjumlah miliaran rupiah dan telah berlangsung bertahun-tahun.

Entah dianggap lumrah atau tak relevan, tidak ada agenda ataupun butir di antara 27 hasil konvensi yang mendorong kelanjutan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu. Atau, paling tidak, menyinggung upaya pencegahan korupsi dalam penyelenggaraan ujian nasional (UN). Padahal masih segar dalam ingatan kita bahwa kisruh UN tahun 2013—menurut hasil audit inspektorat—terkait korupsi.

Kedua, konvensi ini semula digelar untuk membicarakan berbagai persoalan pendidikan, kemudian diciutkan jadi konvensi UN untuk mengakhiri berbagai silang pendapat. Bahkan, Kemdikbud membatasi bahasan agar tidak mempersoalkan eksistensi dan substansi UN.

03/10/13

Sino-RI, Beberapa Catatan

Makmur Keliat  

China kini telah menjadi pasar ekspor Indonesia yang sangat penting di kawasan Asia. Setelah Jepang, China diperkirakan menjadi pasar ekspor kedua terbesar bagi Indonesia. Hal ini berarti China telah menggeser posisi Singapura.

China diperkirakan telah pula menjadi importir terbesar bagi Indonesia mengalahkan baik Jepang maupun Singapura. Namun, identifikasi yang dilakukan menunjukkan terdapat empat kelemahan dalam pola perdagangan, investasi, ataupun bantuan pinjaman. Pertama, adanya kecenderungan yang menunjukkan setelah 2008, China mengalami surplus terhadap Indonesia dalam perdagangan bilateral kedua negara.

Kedua, ekspor utama Indonesia ke China umumnya energi dan hasil sumber daya alam. Sedangkan konsentrasi impor Indonesia dari China terletak pada barang industri manufaktur dan barang modal (mesin dan peralatan).

APEC 2013 dan Pemberdayaan Usaha Kecil

Anindya N Bakrie 

Bagaimana Indonesia memanfaatkan forum APEC untuk meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah? Ini pertanyaan menarik menjelang KTT APEC 2013 yang diselenggarakan di Bali, awal Oktober 2013.

Integrasi pasar global menghadapkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada persaingan global pula. Bersamaan dengan itu, sejumlah peluang global juga terbuka, menunggu dimanfaatkan.

Sebagai tuan rumah sekaligus Ketua APEC 2013, Indonesia berhasil mengegolkan agenda pembahasan penguatan UMKM sebagai prioritas dalam KTT APEC. Besarnya kontribusi UMKM menopang kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan alasan rasional mengapa agenda itu perlu didesakkan. Jumlah UMKM lebih dari 99 persen dari keseluruhan perusahaan di Indonesia. Total tenaga kerja yang diserap 97 persen. Sementara itu, sumbangan UMKM terhadap terciptanya produk domestik bruto 57 persen.

APEC dan Ekonomi Persaingan Bebas

Dani Setiawan 

Berdiri pada 1989 di Canberra, Australia, APEC ditujukan untuk mendekatkan perekonomian negara maju dan negara berkembang dengan mendorong keterbukaan ekonomi di dalam kawasan dalam hal investasi dan perdagangan.

Inisiatif-inisiatif penguatan ekonomi memang sebagian besar difokuskan pada kepentingan investasi dan perdagangan, meski tidak terbatas untuk membahas isu-isu lain seperti keamanan dan kerja sama lainnya. APEC hadir sebagai bentuk regionalisme yang terbuka. Artinya, negara- negara yang tergabung di dalamnya di samping menjamin bebasnya arus barang, jasa, dan modal di antara anggota sendiri, juga menjamin terbukanya kerja sama antara kawasan lain.

Dalam sejarah perjalanan APEC, Indonesia bagian penting dalam meletakkan dasar penguatan liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi. Pada 1994, sebagai ketua sekaligus tuan rumah KTT APEC, Indonesia berperan dalam melahirkan Deklarasi Bogor (Bogor Goals). Deklarasi Bogor setidaknya menegaskan dua hal. Pertama, diperlukannya aksi nyata untuk menghilangkan hambatan-hambatan bagi terlaksanakannya kebebasan lalu lintas barang, jasa, dan modal di antara anggota ekonomi APEC untuk negara maju pada 2010 dan negara berkembang pada 2020. Kedua, menegaskan bahwa visi Deklarasi Bogor harus dicapai dalam kerangka pendekatan yang telah disepakati dalam GATT/WTO secara konsisten.

Angka Kematian Ibu

Sonny B Harmadi

Dalam rangka Hari Kontrasepsi Sedunia, Kemenko Kesejahteraan Rakyat bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, serta Kementerian Kesehatan baru saja meluncurkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 merupakan suatu survei rumah tangga yang representatif secara nasional dan provinsi untuk menyediakan data bagi keperluan monitoring dan evaluasi di bidang kependudukan, kesehatan, dan gizi di Indonesia. Informasi yang dikumpulkan terkait kelahiran, kesehatan reproduksi, kematian, imunisasi, HIV/AIDS, malaria, dan status gizi.

02/10/13

Quo Vadis Renegosiasi Kontrak Pertambangan

Ahmad Redi

SUDAH lebih dari empat tahun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No 4/2009) memerintahkan agar renegosiasi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Pertambangan Batubara (PKP2B) dilaksanakan, tetapi hingga saat ini belum tercapai. Renegosiasi KK dan PKP2B secara yuridis diatur dalam Pasal 169 huruf b UU No 4/2009 yang menyatakan bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun sejak UU ini diundangkan (12 Januari 2009).

Berdasarkan hal tersebut, seharusnya pada 12 Januari 2010, semua KK dan PKP2B telah selesai direnegosiasi antara Pemerintah dan kontraktor. Keseriusan Pemerintah Indonesia merenegoisasi KK dan PKP2B secara konkret baru terlihat pada 2012 dengan dibentuknya tim Evaluasi Penyesuaian KK dan PKP2B melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012. Tim ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

01/10/13

Memilih Presiden Sesuai Pancasila

Yudi Latif

Kesaktian Pancasila itu menemukan buktinya dalam kesanggupan kita mempertahankan konsistensi antara Pancasila sebagai ide filosofis dengan Pancasila sebagai keharusan normatif dan kenyataan operatif. Tepat pada hari peringatan Kesaktian Pancasila, ketika atmosfer ruang publik dihangatkan kegaduhan wacana pencalonan presiden dan wakil presiden, sebuah titik berangkat untuk menguji kesaktian Pancasila bisa dimulai dari situ.

Ide filosofis Pancasila, menurut sila keempat, menekankan semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Cita permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan sebagai pantulan semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia. Dalam kaitan ini, Mohammad Hatta menjelaskan, ”Kerakyatan yang dianut oleh bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak saja, melainkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”

Berbenah Diri Hadapi Bumerang Bogor Goals

Pengantar Redaksi:
Menyambut pertemuan pemimpin ekonomi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, 7-8 Oktober 2013, harian ”Kompas” menggelar diskusi panel bertajuk "APEC, Manfaat bagi dan Sumbangan Indonesia dalam Meningkatkan Pertumbuhan Dinamis Asia Pasifik". Sebagai panelis, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Ketua APEC Business Advisory Council (ABAC) Wishnu Wardhana, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri O Thamrin, dan Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies Yose Rizal Damuri, dengan moderator pengajar Unika Atma Jaya Jakarta A Prasetyantoko. Hasil diskusi disajikan berikut ini dan empat tulisan lain di halaman 6-7. Laporan disusun oleh Pieter P Gero, Johan Waskita Utama, Anastasia Joice Tauris Santi, FX Laksana Agung Saputra, dan Ninuk M Pambudy.
—————————————————————————

Sulit untuk mengingkari kedahsyatan potensi ekonomi dalam 21 kelompok ekonomi anggota Konferensi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Sangat logis apabila anggota kelompok ekonomi berusia hampir seperempat abad itu (dibentuk di Canberra, Australia, 1989) bakal mendapat faedah dari potensi tersebut. Indonesia termasuk pendiri dan anggota APEC.

Data mengungkapkan, 21 anggota ekonomi (tidak disebut negara karena China menolak sebutan negara untuk Taiwan dan Hongkong) APEC menyumbang 56,4 persen dari 58 triliun dollar AS produk domestik bruto dunia. APEC menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global. Rata-rata pertumbuhan ekonomi APEC lebih tinggi daripada rata-rata dunia.

Memanfaatkan Kesepakatan Tak Mengikat

Sebagai tuan rumah penyelenggaraan APEC tahun ini, Indonesia mengajukan usulan agar APEC membahas dan menghasilkan kesepakatan yang membumi.

Kesepakatan yang membumi sangat penting saat ini. Perekonomian Indonesia yang mengidap defisit transaksi berjalan akibat defisit perdagangan serta defisit transaksi modal dan keuangan menunjukkan bahwa perekonomian membutuhkan transformasi lanjutan yang harus operasional.

Ada tiga prioritas pembahasan pertemuan yang dihadiri para pemimpin 21 entitas ekonomi APEC dan sekitar 1.200 pemimpin bisnis. Pertama, melaksanakan kesepakatan Bogor Goals, yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi pada 2010 bagi negara maju dan 2020 bagi negara berkembang. Kedua, mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan kawasan APEC disertai pemerataan. Ketiga, isu keterhubungan (konektivitas), menyangkut infrastruktur fisik serta kemudahan lalu lintas orang, barang, dan jasa. Tiga prioritas pembahasan APEC tersebut berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014 Indonesia.

Merindu APEC yang Membumi

Bagi sebagian orang, pertemuan tingkat tinggi kepala negara tidak lebih dari sekadar ajang kumpul para pemimpin. Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik pun tidak terlepas dari pandangan seperti itu. Hasil pertemuan disarikan dalam bahasa resmi dan indah, sering kali tidak dipahami relevansinya dalam kehidupan sehari-hari rakyat biasa.

Indonesia menjadi tuan rumah APEC 1994. Pertemuan di Bogor menghasilkan kesepakatan yang menjadi awal arah pertemuan APEC selanjutnya. Kesepakatan Bogor Goals berinti komitmen anggota APEC untuk mencapai perdagangan dan investasi bebas dan terbuka pada tahun 2010 untuk anggota ekonomi maju dan tahun 2020 untuk ekonomi berkembang. Para anggota sepakat mengurangi hambatan perdagangan dan investasi barang, jasa, dan modal.

Dalam pertemuan tahun ini, Indonesia sebagai tuan rumah ingin menjadikan APEC sebagai forum yang dapat meningkatkan kemaslahatan orang banyak, mengeluarkan kesepakatan yang membumi.

Jangan Jual Lautan Nusantara

Kelautan adalah salah satu isu yang dibahas dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Bali, 1-8 Oktober 2013. Relevan bagi Indonesia. Tantangannya adalah seberapa jauh isu itu diartikulasikan sehingga efektif menjangkau persoalan real khas negara ini.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia amat berkepentingan dengan isu kelautan. Apalagi, negeri dengan sejarah besar di bidang maritim ini justru semakin asing dengan alam baharinya.
Saat ini kontribusi sektor kelautan Indonesia hanya 22 persen dari produk domestik bruto. Ini tergolong kecil dibandingkan dengan negara APEC lainnya, seperti Vietnam, Korea, dan Jepang.

Membangun Daya Saing

Dalam dunia yang mengglobal, batas negara semakin samar. Agar tetap hidup, setiap negara mesti bergantung dan berhubungan yang baik—fisik dan antarwarga negara¬—adalah kunci untuk berkembang.
Itu disadari Indonesia dengan menempatkan konektivitas sebagai satu dari tiga prioritas yang ingin dicapai saat menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) tahun ini.

Di Indonesia keterhubungan antarwilayah penting, tetapi belum terselesaikan. Infrastruktur fisik akan meningkatkan produktivitas ekonomi nasional—keuangan, pangan, dan energi—selain mempermudah lalu lintas orang. Konektivitas di antara ekonomi anggota APEC akan menjadikan ekonomi kawasan Asia Pasifik lebih berdaya saing dan pusat pertumbuhan dunia. Lima gagasan diusulkan menjadikan Asia Pasifik lokomotif pertumbuhan dunia.