28/03/12

"Koncatan" Wahyu?

L Wilardjo

Hans J Morgenthau adalah teoretikus Amerika yang hebat di bidang filsafat politik dan relasi politik internasional. Cendekiawan Jerman ini lari ke Amerika pada 1935 ketika Adolf Hitler berkuasa. Di negeri angkatnya itu, ia menjadi guru besar yang sangat disegani di Universitas Chicago.

Bagi Morgenthau, kekuasaan nasional adalah sesuatu yang dapat dipahami dengan sekilas pandang saja. Dalam bukunya Politics Among Nations (Politik di antara Bangsa-bangsa), Morgenthau mengacu ke pertemuan yang terkenal antara Napoleon dan Metternich pada akhir Juni 1813. Pertemuan itu disebut ”wawansabda Dresden”.

25/03/12

Subsidi BBM dan Kompensasi BLT

Arianto A Patunru

Subsidi bahan bakar minyak keliru, paling tidak dalam tiga hal: tidak produktif, tidak tepat sasaran, dan tidak ramah lingkungan.

Tidak produktif karena jumlah dana yang begitu besar seharusnya lebih bermanfaat jika digunakan untuk membantu mengatasi masalah paling krusial Indonesia: infrastruktur. Dokumen perencanaan pembangunan pemerintah, seperti Rencana Panjang Jangka Menengah (RPJM) maupun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) telah dengan benar mengidentifikasi tantangan utama sisi penawaran ekonomi Indonesia, yaitu infrastruktur.

Sayangnya, APBN masih belum tampak mendukung prioritas ini: pembangunan infrastruktur hanya 8 persen dari total belanja pemerintah, sementara 13 persen dialokasikan untuk subsidi energi, yang mayoritas masuk ke BBM. Saat partisipasi swasta masih terkendala, akan lebih produktif jika dilakukan realokasi sebagian anggaran dari subsidi BBM ke pembangunan infrastruktur.

Praktik subsidi BBM saat ini juga tidak tepat sasaran karena hampir setengahnya ternyata dinikmati oleh mereka yang berada di desil teratas (10 persen teratas) masyarakat berdasarkan pendapatan dan hanya 2 persen dikonsumsi desil terbawah (10 persen terbawah). Dengan kata lain, lebih dari 90 persen subsidi BBM sebenarnya dinikmati oleh yang bukan golongan termiskin.

Terakhir, subsidi BBM seperti saat ini menekan insentif bagi dunia usaha untuk masuk ke sektor energi terbarukan. Seruan pemerintah untuk mulai beralih dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan hanya jadi retorika jika produk-produk energi terbarukan tak mampu bersaing dengan harga bensin yang dipatok terlalu rendah.

Indonesia salah satu penghasil emisi karbon dioksida berbasis bensin terbesar: emisi per kapitanya melebihi India dan China. Jakarta yang macet, misalnya, tak hanya membakar bensin sia-sia, tetapi juga mengisi paru-paru dengan karbon dioksida.

24/03/12

G30S dan Permintaan Maaf

Franz Magnis-Suseno SJ

Ada berita mengejutkan: Presiden, katanya, mau mengajukan permintaan maaf kepada para korban segala pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tanah Air sejak Indonesia merdeka.

Rencana Presiden ini menuntut sikap kita juga. Kalau di sini saya membatasi diri pada pelanggaran-pelanggaran pasca-Gerakan 30 September (G30S), itu bukan untuk meremehkan pelanggaran-pelanggaran lain. Namun, semata-mata karena raksasanya jumlah orang yang menjadi korban, kompleksitasnya latar belakangnya, beban ketersentuhan emosional, dan kepekaan yang sampai hari ini masih tersisa dalam masyarakat.

15/03/12

Besaran Subsidi BBM

Arif Budimanta

Pemerintah secara resmi telah menyampaikan Nota Keuangan serta Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012 kepada DPR.
Usulan ini merupakan yang tercepat lima tahun terakhir mengingat biasanya perubahan diusulkan dan dibahas pemerintah bersama DPR pada bulan Mei sampai Agustus tahun fiskal berjalan. Ada dua alasan utama pengajuan disampaikan di awal tahun: dinamika krisis keuangan global yang belum menyurut dan kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.

Tanpa kenaikan harga BBM, kian berat beban anggaran yang dirasakan pemerintah. Dari rancangan yang diajukan pemerintah, ada peningkatan subsidi Rp 8 triliun lebih, sementara kenaikan harga tetap dilaksanakan.

06/03/12

BDF dan Demokrasi Indonesia

Azyumardi Azra

Bahwa Indonesia dalam dasawarsa terakhir sering disebut sebagai negara demokratis ketiga terbesar di dunia, setelah India dan AS, tidak dipersoalkan warga Indonesia sendiri ataupun masyarakat internasional. Namun, kenyataan demokrasi Indonesia setelah 13 tahun berlaku belum terkonsolidasi sepenuhnya tak serta-merta mengurangi tanggung jawab dan peran Indonesia memajukan demokrasi secara global.

Meski masih menghadapi berbagai masalah dalam demokrasinya, Indonesia tetap berada dalam posisi lebih baik untuk lebih memainkan peran ke arah pertumbuhan dan penguatan demokrasi tingkat regional ASEAN atau Asia Pasifik, bahkan di tingkat internasional lebih luas.