28/01/12

Bravo” KPK!

Budiarto Shambazy

Bravo untuk KPK yang mengawali debut pemberantasan korupsi high profile dengan menetapkan MSG sebagai tersangka skandal cek perjalanan. Ini momentum baru yang idealnya diikuti penetapan tersangka-tersangka korupsi lain, terutama korupsi wisma atlet dan Hambalang.

Salut untuk MSG yang menurut pengakuannya sendiri telah memperlihatkan kerja sama yang membantu tugas pengusutan sejak ia berstatus sebagai saksi pada 2008. Tercatat cuma dua kali MSG tak tepat waktu menghadiri persidangan dan itu pun karena masalah jadwal semata.

Perilaku MSG yang bersikap kooperatif selama proses persidangan kontras dengan yang ditunjukkan mereka yang menjalani pemeriksaan. Hal-hal kecil tetapi penting ini yang menimbulkan rasa gerah dan marah masyarakat seolah orang-orang kuat bisa above the law.

Semoga saja perilaku MSG menjadi pintu masuk KPK agar tidak bersikap diskriminatif dalam memperlakukan calon-calon tersangka baru. Keraguan masyarakat terhadap tekad pimpinan KPK—terutama Ketua KPK Abraham Samad—untuk sementara agak sirna.

17/01/12

Masa Depan Demokrasi Kita

Franz Magnis-Suseno

Tiga belas tahun lalu Presiden Habibie—hanya seminggu sesudah ia diangkat—dengan berani membuka keran demokrasi. Setengah tahun kemudian, Sidang Istimewa MPR mengangkat hak-hak asasi manusia ke tingkat konstitusional.

Pada 1999, Indonesia melakukan pemilihan umum bebas pertama sejak 1955. MPR pilihan 1999 itu lalu mengamandemen UUD 1945 untuk mengamankan demokrasi di Indonesia pasca-Orde Baru.

14/01/12

Kebudayaan di Penjara Hukum

Radhar Panca Dahana

Pengalaman ini memalukan dan memberi banyak pelajaran. Sebagai seorang anak usia sebelas tahun, saya mencuri uang orangtua karena ”dendam” merasa dianaktirikan. Akan tetapi, saya kepergok. Saat uang Rp 300 itu saya pegang dan hendak saya keluarkan dari laci lemari, saya merasa ada kehadiran seseorang di belakang punggung. Benar, ia ibu saya sendiri.

Saya tak mengurungkan niat mencuri. ”Protes” kepada orangtua lebih menguasai. Saya ambil uang itu dan pergi melewati ibu saya tepat di ujung hidungnya. Saya tidak pernah paham kenapa ibu saya, yang hajah, Jawa tradisional, dan mengorbankan segalanya untuk pendidikan ketujuh anaknya, tak sedikit pun menegur.

12/01/12

Trillions Rupiah Men

Budiarto Shambazy

Setelah dua babak Pilpres Republik, Kaukus Iowa dan pemilihan awal New Hampshire, Mitt Romney diperkirakan akan memenangi nominasi. Jumlah delegasi yang direbut lima calon presiden lain (Ron Paul, Rick Santorum, Newt Gingrich, John Huntsman, dan Rick Perry) terpaut jauh.

Romney masih mungkin disusul karena jumlah delegasi yang diperebutkan belum sampai 1 persen dari total 2.380 delegasi. Apalagi, persaingan memang cenderung labil sejak medio 2011.

Sebut saja Michele Bachmann, satu-satunya perempuan yang memenangi straw poll Agustus 2011 di rumahnya sendiri di Iowa. Namun, saat kaukus, Bachmann gagal total dan langsung mundur.

Atau, Herman Cain, satu-satunya calon kulit hitam. Ia menjulang sebelum Kaukus Iowa, tetapi terpuruk karena rumor skandal seksual yang membuatnya mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

Itu yang membedakan Romney dengan capres-capres lain karena lebih menang di dua babak awal. Menurut jajak pendapat sementara, Romney juga akan memenangi babak ketiga pemilihan di Negara Bagian South Carolina, 21 Januari.

Ibarat makanan, Romney adalah menu yang sudah diketahui pengunjung restoran. Ia sudah ikut kontes pada 2008, tapi dikalahkan John McCain.

Mungkinkah Romney mengalahkan satu-satunya calon Demokrat, Presiden Barack Obama? Menurut jajak pendapat Quinnipiac University yang dirilis dua hari lalu, Romney bisa merebut suara 46 persen dibandingkan dengan Obama 43 persen.

Hasil Pilpres 2012 akan sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi yang masih krisis. Andaikan mampu memaksimalkan isu-isu yang berkaitan dengan krisis ekonomi, Romney bisa menang tipis.

Posisi Romney menguntungkan karena dia pengusaha besar sekaligus berpengalaman sebagai gubernur. Seperti halnya Obama, ia juga lulusan Harvard University yang bergengsi itu.

Tak mudah mengalahkan Obama karena pemicu krisis adalah Presiden George W Bush yang mengabaikan parahnya pasar kredit yang diawali krisis KPR (subprime mortgage). Justru Obama yang membenahi krisis sehingga ekonomi perlahan-lahan membaik.

Setidaknya tingkat pengangguran turun jadi 8,5 persen, angka terendah sejak Januari 2008. Jumlah penganggur masih sekitar 13 juta jiwa, tetapi lowongan yang tercipta mencapai 2,54 juta dari total job lost 8,7 juta sejak 2008.

Strategi kampanye Obama akan difokuskan pada keengganan Kongres, yang dikuasai Republik, menyepakati berbagai prakarsa prorakyat yang digulirkan Gedung Putih. Nyatanya tingkat popularitas Obama masih berkisar di angka 40 persen, hampir dua kali lipat dari popularitas Kongres.

Terlebih lagi Obama sukses memaksa Kongres menyetujui jaminan kesehatan yang populer disebut ObamaCare. Ini prestasi fenomenal yang tak pernah dicapai presiden-presiden lain yang akan menyediakan pelayanan kesehatan terjangkau bagi lebih dari 60 persen rakyat.

Republik menganggap ObamaCare menyimpang karena bentuk dari redistribusi kekayaan yang bertentangan dengan kapitalisme. Obama dianggap telah menyeret AS jadi negara sosialis seperti di Eropa karena pajak dialihkan ke ObamaCare.

Padahal, anggaran tetap defisit dan utang semakin membumbung. Ekspansi pemerintah (big government) oleh Republik yang pro-small government oleh Obama dinilai sudah keterlaluan.

Pendek kata, Obama dianggap ”kiri” (liberal) yang didukung mainstream media. Menjadi tugas mulia kaum ”kanan” (konservatif) segera menyingkirkan dia dari Gedung Putih.
Salah satu tokoh yang dapat membantu Obama kembali terpilih adalah Menlu Hillary Clinton, yang kini jadi politisi terpopuler dengan approval job mencapai 65 persen. Andai Hillary mau menjadi cawapres Obama, dengan iming-iming dijadikan sebagai capres tahun 2016, Obama diramalkan akan menang.

Seperti tahun 2008, Obama kembali akan memecahkan rekor dana kampanye. Kali ini dana kampanye diperkirakan akan menembus 1 miliar dollar AS.

Selama kuartal pertama 2011, Obama mengumpulkan 68 juta dollar AS. Jika digabungkan dengan dana partai, angka itu jadi 254 juta dollar AS—bandingkan dengan Republik yang 194 juta dollar AS.

Politik di AS perlu dana besar sekali, terutama untuk iklan di televisi yang tarifnya bisa mencapai 0,5 juta dollar AS per tayangan. Karena itu, berlaku pemeo ”kalau mau jadi presiden, Anda harus jadi orang kaya dulu”.

Berbeda kontras dengan di negeri ini, berlaku pemeo ”kalau mau kaya, Anda harus jadi presiden dulu”. Untuk menjadi capres, Anda perlu dana yang dikumpulkan oleh sekutu-sekutu Anda.

Sekutu-sekutu itulah yang jadi investor yang akan menuntut imbalan jika Anda menang. Anda praktis sudah disandera sekutu-sekutu itu ketika mencalonkan diri jadi capres.

Dari mana sekutu-sekutu itu mendapat dana? Itu urusan yang Anda kurang perlu telusuri karena duit di negeri ini tidak akan mau buka mulut walau KPK atau PPATK coba menelusurinya.

Lalu, dari mana Anda menyediakan imbalan dana untuk sekutu-sekutu itu? Anda cukup memberikan mereka proyek atau anggaran tanpa tender dan konsesi migas atau tambang.

Capres-capres seperti Obama, Romney, Paul, Santorum, Gingrich, Perry, dan Huntsman bermodal dana dari hasil keringat mereka. Romney dan Huntsman jelas miliarder.

Obama ”One Billion Dollar Man” capres yang dapat sumbangan dari jutaan warga yang dengan sukarela mendukung dia. Rakyat cuma minta imbalan dia kerja serius memperbaiki ekonomi.

Kalau di negeri ini banyak capres ”Trillions Rupiah Men” yang menyiapkan dana triliunan rupiah. Jangan tanya asal dana dari mana ya?